LINGKUNGAN FISIK DAN SOSIAL


Kota Pangkalpinang merupakan salah satu daerah otonom yang
letaknya di bagian timur pulau Bangka. Secara administratif pada
tanggal 9 Februari 2001 Kota Pangkalpinang ditetapkan sebagai
Ibukota Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sedangkan Propinsi
Kepulauan Bangka Belitung berdasarkan Undang-undang nomor
27 tahun 2000 merupakan propinsi ke-31 Republik Indonesia. Secara
astonomis, Pangkalpinang berada pada garis 106°4’ sampai dengan
106°7’ bujur timur dan garis 2°4’ sampai dengan 2°4’ lintang selatan.
Pangkalpinang secara geografis berbatasan dengan - daerah daerah
sebagai berikut; di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Selindung
Lama Kecamatan Pangkalan Baru Kabupaten Bangka Tengah, sebelah
Selatan berbatasan dengan Desa Dul Kecamatan Pangkalan Baru
Kabupaten Bangka Tengah, sebelah Timur berbatasan dengan Laut
Cina Selatan dan disepanjang garis pantainya terdapat pantai yang
indah yang disebut Pasir Padi, sebelah Barat berbatasan dengan Desa
Air Duren Kecamatan Mendo Barat Kabupaten Bangka.
Kota Pangkalpinang merupakan daerah yang strategis ditinjau
dari segi geografisnya, terutama dalam kaitannya dengan

LUAS WILAYAH


Sebagai pusat pengembangan wilayah khususnya di Pulau
Bangka dan umumnya di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, dalam
perkembangannya selama beberapa tahun, Kota Pangkalpinang telah
mengalami kemajuan yang pesat sehingga untuk mengatasi kebutuhan
akan lahan perkotaan, wilayah yang tadinya seluas 31,70 km2 telah
dikembangkan menjadi 89,40 km2 (berdasarkan PP No. 12 Tahun
1984). Wilayah yang tadinya secara pembagian wilayah administratif
terbagi atas 4 (empat) kecamatan, kemudian dikembangkan menjadi
5 (lima) kecamatan seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah.
Secara keseluruhan bagian dari wilayah Kota Pangakalpinang terdiri
dari 35 kelurahan yang meliputi :
1. Kecamatan Taman Sari
Luas wilayah kecamatan Taman Sari sebesar ± 1,33 km2
yang terdiri dari 4 (empat) kelurahan, yaitu ; Kelurahan Opas
Indah, Kelurahan Gedung Nasional, Kelurahan Rawabangun dan
Kelurahan Batin Tikal.
2. Kecamatan Rangkui
Luas wilayah kecamatan Rangkui sebesar ± 7,78 km2 yang
terdiri dari 9 (sembilan) kelurahan, yaitu; Kelurahan Asam,
Kelurahan Pintu Air, Kelurahan Keramat, Kelurahan Melintang,
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 5
Kelurahan Masjid Jamik, Kelurahan Bintang, Kelurahan Pasir Putih,
Kelurahan Parit Lalang, Kelurahan Pasar Padi.
3. Kecamatan Bukit Intan
Luas wilayah kecamatan Bukit Intan sebesar ± 36,54 km2
yang terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan, yaitu; Kelurahan Semabung
Lama, Kelurahan Semabung Baru, Kelurahan Bukit Intan,
Kelurahan Bukit Besar, Kelurahan Sriwijaya, Kelurahan Air Itam,
Kelurahan Bacang. Pada wilayah Kecamatan Bukit Intan
dibangunlah Pusat Perkantoran Propinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Kemudian untuk wilayah Kawasan Pantai Pasir Padi
dan Tanjung Bunga yang terletak di Kecamatan Bukit Intan akan
dikembangkan menjadi Kawasan Wisata.
4. Kecamatan Pangkalbalam
Luas wilayah kecamatan Pangkalbalam sebesar ± 6,56 km2
yang terdiri dari 9 (sembilan) kelurahan, yaitu; Kelurahan
Selindung Baru, Kelurahan Gabek I, Kelurahan Gabek II,
Kelurahan Air Salemba, Kelurahan Pasir Garam, Kelurahan
Lontong Pancur, Kelurahan Ketapang, Kelurahan Ampui,
Kelurahan Rejosari. Di Kecamatan Pangkalbalam terdapat Stadion
Kebanggaan masyarakat Bangka Belitung yaitu Stadion Depati
Amir yang diresmikan pada hari Rabu tanggal
6 Agustus 2005. Stadion ini menurut Walikota Pangkalpinang

Drs. H. Zulkarnain Karim, MM adalah bagian awal dari
pembangunan sarana olahraga di Kota Pangkalpinang,
selanjutnya di kawasan ini akan dibangun Sport Centre untuk
memenuhi kebutuhan sarana olahraga yang lebih lengkap dalam
rangka meningkatkan pembangunan olahraga di ibukota Propinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Stadion ini baru diresmikan setelah
selama 23 tahun terbengkalai. Di Kecamatan Pangkalbalam juga
terdapat Pelabuhan yang disebut Pelabuhan Pangkalbalam
dengan kapasitas 2000 DWT, berstatus Entry Port Sea (1948),
disamping sebagai pelabuhan Container (CIQ) sistem 40 Feet,
juga berfungsi sebagai Pelabuhan penumpang. Berdekatan
dengan kawasan Pelabuhan Pangkalbalam terdapat kawasan
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) dan Kawasan Industri
Ketapang.
5. Kecamatan Gerunggang
Luas wilayah kecamatan Gerunggang sebesar ± 37,10 km2
yang terdiri dari 6 (enam) kelurahan, yaitu; Kelurahan Taman
Bunga, Kelurahan Bukit Sari, Kelurahan Kacang Pedang,
Kelurahan Kacang Pedang Kejaksaan, Kelurahan Bukit Merapin,
Kelurahan Tuatunu Indah Pangkalpinang. Wilayah Kecamatan
Gerunggang ke depan akan ditata dan dijadikan sebagai pusat
Pemukiman Birokrat Kota Pangkalpinang yang disebut dengan
Tampuk Pinangpura. Sementara itu di Kelurahan Tuatunu
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 7
Indah sesuai Tata Ruang Kota, di areal hutan Tuatunu
direncanakanakan dijadikan sebagai Hutan Kota seluas 137 ha
yang akan difungsikan sebagai Kawasan Konservasi, Kawasan
Wisata dan Kawasan Perkemahan.
Untuk mempermudah transportasi antar kecamatan terutama
antara kecamatan Gerunggang dan kecamatan Rangkui dibangunlah
Jembatan di atas Kolong retensi Kacangpedang yang disebut
Jembatan Pahlawan 12. Jembatan ini diresmikan pada hari
Kamis tanggal 25 November 2004. Menurut Walikota
Pangkalpinang Drs. H. Zulkarnain Karim, MM, jembatan ini akan
menimbulkan manfaat positif yang bersifat strategis, antara lain
mempersingkat jarak tempuh, mengurangi kepadatan arus lalu lintas di
tengah kota, memperlancar arus perekonomian dalam kota dan ke luar
kota, meningkatkan nilai ekonomis daerah sekitar jembatan, dan
sekitar jalan lingkar, menyebarkan pemukiman penduduk dan
pertumbuhan ekonomi ke arah luar kota. Kemudian untuk
memperlancar arus transportasi di dalam kota dilakukanlah
peremajaan terhadap Angkutan Kota yang dilaksanakan
peluncurannya pada hari selasa tanggal 15 Maret 2005. Kebijakan ini
kemudian dilanjutkan dengan Penataan dan perubahan nama
nama jalan di Kota Pangkalpinang, penataan route angkutan
kota dari 8 (delapan) route menjadi 16 (enam belas) route dan
pengembangan pertaksian.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 8
Mengingat Pangkalpinang sebagai Ibukota Propinsi dan sebagai
pusat kegiatan wilayah, maka ke depannya Pangkalpinang sangat
memerlukan perluasan wilayah yang saat ini sedang dibahas
secara komprehensif baik di tingkat eksekutif maupun di tingkat
legislatif. Dari rencana Perluasan wilayah tersebut, maka luas Kota
Pangkalpinang dari 8.940 hektar akan ditambah perluasan seluas lebih
kurang 18.060 hektar sehingga akan menjadi 27.000 hektar atau 270 km2

GEOGRAFIS

TOPOGRAFI
Kondisi topografi wilayah Kota Pangkalpinang pada umumnya
bergelombang dan berbukit dengan ketinggian 20 – 50 m di atas
permukaan laut, dan memiliki kemiringan daerah antara 0 – 24 %.
Secara morfologi daerahnya berbentuk cekung dan pada bagian pusat
kota berada di daerah yang rendah. Daerah-daerah yang berbukit
mengelompok di bagian Barat yaitu Bukit Menara/Bukit Manggis dan di
bagian Selatan Kota Pangkalpinang yaitu Bukit Girimaya. Dari luas
wilayah 89,4 km2 direncanakan penggunaan lahannya yaitu luas lahan
kering seluas 1.562 Ha diusahakan untuk pertanian (tanaman bahan
makanan, perkebunan rakyat, perikanan dan kehutanan), lahan yang
sementara tidak diusahakan seluas 1.163 ha, lahan kering yang
dimanfaatkan untuk permukiman seluas 4.130 ha, dan lahan berupa
rawa-rawa, hutan negara dan lainnya adalah seluas 2.085 ha.
D. KEADAAN TANAH DAN GEOLOGI
Keadaan tanah di Kota Pangkalpinang mempunyai pH rata-rata
di bawah 5, dengan jenis tanah Podsolik merah, kuning, Regosol,
Gleisol dan Organosol, yang merupakan pelapukan dan batuan induk.
Sedangkan pada sebagian kecil daerah rawanya memiliki jenis tanah
asosiasi alluvial-Hydromorf dan Glayhumus serta Regosol kelabu muda

C. TOPOGRAFI
Kondisi topografi wilayah Kota Pangkalpinang pada umumnya
bergelombang dan berbukit dengan ketinggian 20 – 50 m di atas
permukaan laut, dan memiliki kemiringan daerah antara 0 – 24 %.
Secara morfologi daerahnya berbentuk cekung dan pada bagian pusat
kota berada di daerah yang rendah. Daerah-daerah yang berbukit
mengelompok di bagian Barat yaitu Bukit Menara/Bukit Manggis dan di
bagian Selatan Kota Pangkalpinang yaitu Bukit Girimaya. Dari luas
wilayah 89,4 km2 direncanakan penggunaan lahannya yaitu luas lahan
kering seluas 1.562 Ha diusahakan untuk pertanian (tanaman bahan
makanan, perkebunan rakyat, perikanan dan kehutanan), lahan yang
sementara tidak diusahakan seluas 1.163 ha, lahan kering yang
dimanfaatkan untuk permukiman seluas 4.130 ha, dan lahan berupa
rawa-rawa, hutan negara dan lainnya adalah seluas 2.085 ha.
D. KEADAAN TANAH DAN GEOLOGI
Keadaan tanah di Kota Pangkalpinang mempunyai pH rata-rata
di bawah 5, dengan jenis tanah Podsolik merah, kuning, Regosol,
Gleisol dan Organosol, yang merupakan pelapukan dan batuan induk.
Sedangkan pada sebagian kecil daerah rawanya memiliki jenis tanah
asosiasi alluvial-Hydromorf dan Glayhumus serta Regosol kelabu muda

yang berasal dari endapan pasir dan tanah liat. Tanah yang demikian
kurang cocok untuk ditanami padi, tetapi masih memungkinkan untuk
ditanami palawija. Pada daerah pinggiran yaitu Kelurahan Tuatunu
Indah Kecamatan Gerunggang dan Kelurahan Air Itam Kecamatan
Bukit Intan cukup potensial menghasilkan lada dan karet. Kondisi
geologi secara umum di daerah ini adalah formasi yang tertua adalah
Batu Kapur berumur Permo Karbon, menyusul Slate berumur Trias Atas
dan terakhir Intrusi Granit berumur setelah Trias Guna. Susunan
batuan granit bervariasi dari mulai granit sampai dengan dioditik
dengan inklusi mineral berwarna gelap yaitu Biotok dan ada kalanya
Amfibol Hijau.
E. HIDROLOGI
Di wilayah Kota Pangkalpinang terdapat beberapa sungai, dan
pada umumnya sungai-sungai kecil yang ada di wilayah ini bermuara
ke Sungai Rangkui. Selain Sungai Rangkui terdapat juga Sungai
Pedindang di bagian Selatan. Dua sungai ini berfungsi sebagai saluran
utama pembuangan air hujan yang kemudian mengalir ke sungai
Baturusa dan berakhir di laut Cina Selatan, pada Pelabuhan
Pangkalbalam. Sungai-sungai ini selain berfungsi sebagai saluran
utama pembuangan air hujan, juga berfungsi sebagai prasarana
transportasi sungai misalnya dari pasar ke Sungai Baturusa dan terus

ke laut. Anak Sungai Rangkui merupakan kanal pengairan dari pintu air
Kolong Retensi Kacang Pedang ke Sungai Rangkui.
Sumber air untuk air bersih pada umumnya berasal dari tanah,
di samping itu sumber air diperoleh juga dari Kolong Kacang Pedang,
Kolong Pedindang dan Kolong Kolong di Kelurahan Bacang. Karena
wilayah Kota Pangkalpinang dari segi morfologisnya berbentuk cekung,
dengan bagian pusat kota lebih rendah, maka kondisi ini berdampak
negatif berupa rawan terjadinya banjir, terutama pada musim hujan
atau bersamaan dengan pasang surut air laut yang bisa mencapai
sekitar 20 desimeter dan air laut masuk melalui Sungai Rangkui yang
membelah Kota Pangkalpinang. Sedangkan daerah yang tidak pernah
tergenang terletak di sebelah Utara, Barat dan Selatan Kota. Untuk
daerah Timur yang berbatasan dengan Sungai Rangkui, Laut Cina
Selatan dan bagian tengah kota yang dilalui oleh Sungai Rangkui
sering tergenang oleh pasang air laut. Daerah yang sering tergenang
tersebut berada di Kecamatan Rangkui, Pangkalbalam dan Tamansari.
Kondisi disaat terjadinya curah hujan yang begitu tinggi disertai
dengan pasang naik air laut yang menyebabkan banjir seperti saat
terjadinya banjir besar di Kota Pangkalpinang pada minggu
kedua bulan Januari tahun 1986.
Salah satu upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota
Pangkalpinang saat ini untuk mengatasi permasalahan di atas adalah

Salah satu upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota
Pangkalpinang saat ini untuk mengatasi permasalahan di atas adalah

dengan melakukan penataan wilayah Timur Pangkalpinang dengan
kebijakan Revitalisasi Kawasan Pangkalpinang Timur

FLORA DAN FAUNA


Di dalam wilayah Kota Pangkalpinang jenis tanaman yang
dominan adalah Kelapa, Karet, buah-buahan dan Lada yang terdapat
disepanjang utara sampai timur di pesisir Laut Cina Selatan. Di
beberapa tempat juga tumbuh tanaman rumbia yang oleh masyarakat
Pangkalpinang daunnya digunakan untuk atap dan batangnya dibuat
sagu rumbia. Untuk tanaman-tanaman ini perlu adanya peningkatan
pembudidayaan dan pengelolaan terhadap hasil tanamannya, sehingga
dapat diperoleh hasil yang lebih optimal. Secara sporadis di beberapa
tempat sekitar pantai timur, bagian barat laut dan selatan
menghasilkan hasil pertanian lain berupa Nanas, Durian, Pisang dan
Duku walaupun dalam jumlah yang tidak banyak. Untuk hutan, di
bagian wilayah ke arah Desa Air Duren, di sekitar Tuatunu masih
tersisa hutan Karet rakyat dan perkebunan Lada rakyat. Selain itu ada
beberapa perkebunan Lada dan Kelapa di daerah pesisir pantai Pasir
Padi.
Dalam hal fauna, Kota Pangkalpinang terkenal akan hasil
lautnya dan beberapa hasil perikanan darat. Binatang piaraan yang
populasinya cukup besar adalah jenis anjing yang umumnya dipelihara
oleh penduduk keturunan Tionghoa, bahkan dapat dikatakan sudah
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 14
melampaui batas sehingga pada waktu waktu tertentu harus
dieliminasi oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan
Kota Pangkalpinang, karena jenis hewan ini cukup mengganggu.
Kemudian di wilayah Tuatunu masih terdapat beberapa jenis Fauna
seperti Pelanduk, berbagai jenis ular seperti Sabak, Kera, Beruk
Semundi, berbagai jenis Burung seperti Cebuk, dan Lebah penghasil
madu.

KEPENDUDUKAN


Jumlah penduduk Kota Pangkalpinang pada tahun 2004 sekitar
141.556 jiwa dengan kepadatan rata rata 1.584 jiwa/km dan laju
pertumbuhan penduduk 2,89%. Dari seluruh Kecamatan di Kota
Pangkalpinang Kecamatan terpadat penduduknya pada tahun 2003
adalah Kecamatan Tamansari yaitu 7.024 jiwa/km2 dan kepadatan
terendah berada di Kecamatan Gerunggang dengan 713 jiwa/km2.
Penduduk kota ini terdiri dari beraneka ragam etnis dari seluruh
Indonesia. Mata pencaharian penduduk terbesar pada sektor industri,
perdagangan dan jasa. Penduduknya memiliki karakter tersendiri yang
terbentuk dari pengaruh lingkungan ekonomi, sejarah, sosial budaya,
agama dan pendidikan. Sebagian besar memeluk agama Islam,
disamping Kong Hu Chu, Kristen, Hindu dan Budha. Saat ini negeri
yang bermotto Rajin Pangkal Makmur sedang giat membangun dan
mewujudkan Visinya yaitu terwujudnya Pangkalpinang sebagai kota

ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menganugrahkan Kota
Pangkalpinang dengan keindahan alam yang mempesona dan memiliki
keragaman budaya yang merupakan pusaka bangsa. Masing masing suku
bangsa yang mendiami Pangkalpinang memiliki system kemasyarakatan
sendiri, system kekerabatan sendiri, bahasa dan kesenian sendiri, system
mata pencaharian sendiri dan perangkat kehidupannya sendiri, hal inilah yang
menunjukkan ke Bhinneka Tunggal Ika-an dan menjadi ciri dan karakteristik
dasar Bangsa Indonesia.
Kehidupan manusia dikelilingi oleh peristiwa budaya, hal ini disebabkan
karena manusia selalu berupaya untuk mempertahankan eksistensi dirinya
dalam kehidupan yang mengharuskannya selalu bersinggungan dengan
lingkungan sekitar baik lingkungan fisik dan non fisik. Proses pembentukan
peristiwa budaya di atas berlangsung berabad abad dan betul betul teruji
sehingga membentuk suatu komponen yang betul betul handal, terbukti dan
diyakini dapat membawa kesejahteraan lahir dan bathin. Komponen inilah
yang disebut dengan Jatidiri. Di dalam jatidiri terkandung kearifan lokal
( local wisdom ) yang merupakan hasil dari Local Genius dari berbagai suku
bangsa, kearifan lokal inilah seharusnya dirajut dalam satu kesatuan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 17
Kebudayaan (Culture) untuk mewujudkan suatu Nation (bangsa) yaitu Bangsa
Indonesia.
Manusia selalu ingin menampakkan dan menampilkan identitas atau
jati dirinya dalam realitas kehidupan baik dalam kehidupan kelompok maupun
dalam kehidupan masyarakat. Tampilan identitas atau jatidiri tersebut tampak
dalam peristiwa peristiwa budaya yang melingkupi kehidupan manusia baik
dalam tataran linear maupun dalam tataran siklus. Dalam menjalankan proses
Einmalig (keteraturan/ketidakteraturan dan tingkatan tingkatan dalam
kehidupan), dijumpai tahapan tahapan krisis dalam kehidupan (crisis Rate).
Biasanya masa masa krisis tersebut dilalui oleh manusia dengan melakukan
upacara upacara tertentu baik yang dapat diterima secara rasional atau juga
melalui upacara yang tidak rasional yang sifatnya sacral, pseudo sacral dan
supranatural. Semua upacara itu dilakukan agar tahapan tahapan krisis
kehidupan tersebut dapat dilalui dengan selamat, misalnya upacara tujuh
bulanan si bayi dalam kandungan, upacara perkawinan atau pernikahan,
mengalami musibah yang terus meneruspun perlu di adakan upacara seperti
di ruwat atau ditaber (purification), bahkan kematianpun diupacarakan.
Peristiwa budaya dapat berupa tradisi budaya atau kebiasaan budaya
(cultural habits). Suatu peristiwa yang terjadi sering menjadi simbolik dari
makna makna tertentu yang harus dipahami, diyakini dan dipatuhi oleh
masyarakat secara mendalam maknawinya sebagai ajaran tentang perilaku
manusia yang beradab, berisi kesopanan dan nilai nilai luhur masyarakat,
misalnya kebiasaan masyarakat Pangkalpinang menggunakan pakaian yang
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 18
disebut BAJU KURUNG. Pakaian ini memiliki nilai (values) tentang
kebermaknaan dan keberhargaan (worth) dan kebaikan (godness) yang
sangat mendalam bahwa seseorang harus dapat memfungsikan pakaian yang
melingkupi tubuhnya (mengurung) sebagai pelindung tubuh dari cuaca dan
iklim, fungsi keamanan karena tertutupnya aurat, memiliki nilai kesopanan
dan fungsi keindahan serta keanggunan. Dari segi warna pakaian yang
dikenakan dapat diketahui status pernikahannya, serta warna yang sama
untuk pakaian atas dan bawah sebagai adalah simbol keserasian dan
keselarasan dalam kehidupan. Contoh tentang kebiasaan budaya lainnya
adalah pada kebiasaan pembuatan rumah vernakuler masyarakat Bangka
Belitung. Pada bagian belakang rumah dekat dapur biasanya dibuat pintu
yang sering disebut dengan Pintu Penebus Malu. Disebut demikian karena
sewaktu ada keperluan mendesak bila kedatangan tamu, tuan rumah dapat
keluar untuk membeli gula, kopi, atau kue yang kebetulan habis atau
meminjamnya kepada tetangga terdekat. Dari pintu penebus malu tersebut
masyarakat diajarkan untuk memiliki rasa malu, selalu rukun dan berbaikan
dengan tetangga serta sikap menghormati tamu. Kemudian pada kebiasaan
budaya masyarakat Bangka Belitung dalam mengkonsumsi ikan,
mengharuskan menyisakan bagian kepala dan tulang ikan untuk tidak
dimakan akan tetapi diberikan kepada hewan peliharaan. Kebiasaan dan
Aturan budaya ini memiliki nilai (values) tentang kebaikan (worth) dan
Keberhargaan (goodness), bahwa dalam mencari nafkah dan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 19
menggunakannya, manusia tidak boleh serakah, merusak alam, makan
sendiri, tetapi haruslah memperhatikan makhluk lain yang ada di sekitarnya.
Disamping kebiasaan kebiasaan budaya terdapat pula aturan aturan
budaya (cultural law), baik aturan budaya dalam hal hal yang khusus seperti
aturan tentang Tata Rias Pengantin (TRP) maupun dalam aturan budaya yang
lebih luas seperti pelaksanaan upacara perkawinan adat.
Kekurangseriusan dalam mempelajari tradisi budaya atau kebiasaan
budaya (cultural habits) dan aturan aturan budaya (cultural law) baik yang
fisik (tangible) maupun yang non fisik (intangible) secara mendalam akan
berakibat terjadinya kesalahan dalam menafsirkan makna makna dan symbol
symbol tradisional dan akan menyebabkan nilai budaya tidak berfungsi dan
timbulnya kerancuan dalam masyarakat.
Dalam rangka pembangunan masyarakat khususnya pembangunan di
bidang mental dan spiritual serta untuk merubah mind set (ciri dan pola
pikir/akal) masyarakat, nilai-nilai budaya yang berlaku baik itu kebiasaan
budaya (cultural habits), maupun aturan budaya (cultural law) harus dipahami
dengan benar. Nilai-nilai budaya dari berbagai peristiwa budaya yang ada dan
berlaku di masyarakat harus digali, dikembangkan dan dimanfaatkan.
Pemberdayaan nilai budaya pada prinsipnya adalah upaya untuk membuat
sesuatu peristiwa budaya menjadi lebih bermanfaat, bermakna, lebih
berfungsi dan berguna. Kegiatan budaya yang menghasilkan nilai budaya
adalah kegiatan kegiatan yang dapat menuntun manusia berperilaku lebih
beradab, dan sesuai dengan kaedah atau norma norma yang berlaku di
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 20
masyarakat. Perilaku beradab tersebut dapat terealisasi dalam kehidupan
masyarakat bila nilai nilai budaya tersebut sudah terinternalisasi dengan
benar dalam sanubari masyarakat. Untuk mengupayakan terinternalisasinya
nilai nilai budaya diperlukan kerja keras dan upaya yang sungguh sungguh
dari seluruh komponen masyarakat termasuk penggiat budaya, apresian
budaya dalam level apapun, oleh para pemangku adat, tokoh adat, dan
pemuka adat.
Sekarang ini untuk mempermudah pemberdayaan nilai nilai budaya
sehingga terinternalisasi dengan baik, hal utama yang harus dilakukan adalah
mempersiapkan event atau peristiwa budaya yang berhubungan dengan
peristiwa kemasyarakatan yang biasanya diikuti oleh banyak orang dan
mendatangkan anggota masyarakat lainnya, baik peristiwa yang berhubungan
dengan agama, peristiwa yang berhubungan dengan adat, maupun peristiwa
yang berhubungan dengan siklus kehidupan misalnya kelahiran,
pendewasaan, perkawinan dan kematian.
Sebagai bagian dari rentang dan rumpun tanah Melayu Pangkalpinang
atau negeri Rajin Pangkal Makmur memiliki beragam adat istiadat dan
budaya. Keanekaragaman etnis yang ada seperti etnis Cina dan etnis lainnya
dari berbagai Nusantara memperkaya khazanah budaya Melayu sehingga
membentuk kesatuan budaya yang unik dan menarik. Pusaka Budaya warisan
leluhur baik yang tangible maupun yang intangible berupa aturan aturan
budaya (cultural law) dan kebiasaan kebiasaan budaya (cultural habits)
berusaha untuk digali, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk membangun
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 21
karakter dan watak masyarakat Pangkalpinang menuju masyarakat perkotaan
yang dinamis. Kesenian tradisional pun berkembang pesat seperti:
A. SENI MUSIK DAN TARI DAMBUS
Tari dan Musik Dambus, tari ini diambil dari nama alat musik
utama pengiringnya yaitu Dambus, berupa sejenis alat petik terbuat
dari Kayu yang ujungnya berbentuk kepala Rusa atau Kijang. Tari dan
musik ini dilakukan pada saat bulan purnama tiba sambil melepas lelah
setelah bekerja seharian di Hume atau Ladang. Penari berdendang
dalam bentuk pantun yang menggambarkan suka ria, kadang kadang
juga tentang kesedihan. Alat musik pengiring disamping Dambus
adalah 2 buah Gendang, 1 buah Gong dan 1 buah Tamborin. Tari
Dambus ditarikan berpasangan dengan kostum teluk belanga, baju
kurung panjang, kebaya panjang, kain songket dan selendang.
B. TARI CAMPAK
Tari Campak adalah jenis tari pergaulan, tarian ini dilakukan
biasanya setelah panen padi, pada saat pesta perkawinan, pesta
kampung atau pada saat terang bulan, tarian dilakukan dua atau tiga
orang wanita, yang diiringi oleh empat orang pemusik yaitu 2 buah
gendang pendek, 1 buah tawak tawak dan 1 buah biola. Penari
mengenakan busana kebaya panjang dan kain songket dengan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 22
memegang sapu tangan, sambil menari, penari berpantun untuk
menggoda pemuda untuk naik ke atas panggung dan menari bersama.
Pola gerakan tarian sangat monoton namun terasa telah
memasyarakat dan membaku sehingga sulit untuk merubahnya
menjadi gerakan yang dinamis.
Disamping itu beragam jenis tarian mulai tergali, seperti Tari Zapin di
Ujung Tanjung, Tari Rajek, Tari Kembang Serojo, Tari Dincak Bedaek, Tari
Nganggung, Tari Budong, Tari Rentak Dambus di atas Tilam dan Tari
Pujangga, Seni tuturpun berkembang mulai dari pantun, puisi, ungkapan dan
gurindam, dan sudah di bukukan seperti Pangkalpinang Berpantun, Kelekak,
Kaki Kaki Telanjang, Lagu Putih Pulau Lada, demikian pula dengan seni
pertunjukan tradisionalnya Dul Muluk. Sanggar sanggar kesenian dan budaya
mulai tumbuh dan berkembang, seperti Sanggar Seni Warisan Budaya,
Sanggar Seni Astari, Sanggar Seni Tiga serangkai, Sanggar Seni Buluh
Perindu, Sanggar Seni Dulang Kencana, Sanggar Seni Sekar Penyanding,
Group Dambus Irama Pangkalan Delapan, Group Dambus Sinar Pinang Jaya,
Sanggar Bina Bakat Kreasi, Kelompok- kelompok Nasyid, Kelompok kelompok
ruang studi kebudayaan, kelompok kelompok pekerja sastera dan sebagainya.
Berbagai event kesenian, budaya dan sejarah juga dilaksanakan seperti
Pergelaran seni dan budaya lokal serta festival makanan khas tradisional,
Festival Dunia Melayu Dunia Islam, Festival Serumpun Sebalai, Kegiatan
Lawatan Sejarah Daerah dan Nasional, bermacam festival kesenian dan
budaya baik tingkat lokal, nasional dan Internasional, kegiatan kegiatan di
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 23
atas dilaksanakan untuk menunjukkan identitas daerah dan ciri masyarakat
Pangkalpinang sebagai masyarakat yang berbudaya.
Keanekaragaman suku bangsa dan budaya di Pangkalpinang juga
melahirkan berapa tradisi, adat istiadat dan budaya seperti:

UPACARA PERKAWINAN ADAT


Di Pangkalpinang upacara perkawinan adat dimulai dari aturan
perkenalan bujang dan dayang, tata cara meminang dayang, aturan
mahar dan waktu pengantin, tata cara akad nikah dan alat alat
pengantar, upacara ngarak pengantin, sekapur sirih, ngambur beras
kunyit, munggah, duduk bersanding, upacara jemputan, malam
pengantin dan tepung tawar, acara berambeh atau mulang runot. Tiap
urutan upacara pada adat perkawinan tersebut memiliki makna
simbolik tentang ajaran perilaku, sebagai contoh pada upacara Mandi
Tepung Tawar yang dilakukan kedua mempelai pada malam ketiga
(malam pengantin) setelah perayaan pestanya. Dengan mandi tepung
tawar, mengulum air tolak bala dan menarik ketupat lepas memiliki
makna simbolik tentang upaya untuk menghindari dan mengatasi
segala permasalahan dan bala (purification), dalam mengarungi
bahtera kehidupan rumah tangga serta agar kedua mempelai hidup
rukun dan damai, dikarunia keturunan yang baik dan mudah dalam
rezeki dan pencaharian.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 24
Semua kebiasaan budaya dan aturan budaya dalam adat
perkawinan Pangkalpinang Bangka Belitung tidaklah meninggalkan
ketentuan ketentuan yang berlaku dan digariskan menurut adat Melayu
Bangka Belitung dan tatacara agama Islam. (Adat bersendi syara’,
syara’ bersendi Kitabullah), kemudian pada tiap tiap tahapan prosesi
upacara biasanya diselingi dengan kegiatan berpantun.

PAKAIAN ADAT PANGKALPINANG


Pakaian adat Pangkalpinang memiliki kesamaan dan indentik
dengan Pakaian adat Melayu di Kepulauan Riau terutama pada corak
dan model pakaian, pada warna dan tenunan sutera tampak pula
adanya nuansa budaya Cina. Pakaian adat ini sering disebut Pakaian
Teluk Belanga sama penyebutannya seperti di Tanah Semenanjung
Malaysia. Pakaian dengan kemeja berleher atau kerah tinggi serta
berhias beberapa kancing bulat yang terbuat dari kain baju yang
dikenakan. Untuk Celana harus bercorak sama dengan baju dengan
tinggi setengah tiang, atau sampai ke dekat mata kaki, lalu sehelai kain
disimpitkan di pinggang. Menurut tradisi, jenis Pakaian adat untuk
wanita dibedakan antara pakaian seorang gadis, wanita setengah baya
dan pakaian orang-orang tua. Biasanya pakaian adat ini memiliki
empat macam corak warna bagi wanita dan hanya ada satu corak
warna untuk pria. Bahan Pakaian biasanya terbuat dari kain dasar
tenun asli. Untuk baju kurung biasanya menggunakan warna merah
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 25
tua, warna unggu terung atau warna ungu kemilik, warna biru muda
ataupun warna biru tua. Para gadis biasanya lebih suka memilih warna
merah tua untuk baju kurung. Pilihan ini juga disukai oleh wanitawanita
yang belum bersuami dan kadang dilengkapi pakaian kain
sarung bersusur atau berbenang emas serta selendang bersusur.
Model Pakaian adat ini biasa dipakai untuk pengantin atau mempelai
wanita pada hari perkawinan dan khitanan. Pakaian bagi pria tidak
membedakan usia pemakainya, ada juga berjalur jalur emas dilengkapi
warna serupa dengan baju dan umumnya tidak berkancing, untuk
memakainya dilengkapi dengan kain sarung pelekat setengah tiang
atau batas lutut, sedangkan untuk penutup kepala digunakan Songkok
Resam (terbuat dari isi batang resam/ sejenis tumbuhan pakis yang di
samak serta dianyam secara tradisional)

PAKAIAN PENGANTIN ADAT PAKSIAN


PANGKALPINANG
Pakaian adat pengantin Pangkalpinang Bangka Belitung untuk
perempuan adalah baju kurung warna merah atau warna ungu
biasanya terbuat dari bahan sutra atau beludru yang zaman dulu
disebut baju Seting. Kain yang dipakai adalah kain bersusur atau kain
lasem sering disebut juga kain Cual yang merupakan kain tenun asli
dari Bangka. Pada bagian kepala pengantin memakai mahkota yang
dinamakan “Paksian”, dan bagi pengantin laki-laki memakai “Sorban”
atau sering disebut dengan “Sungkon”. Baju pengantin perempuan
menurut keterangan orang tua-tua berasal dari negeri Cina.
Berdasarkan ceritera, ada saudagar dari tanah Arab yang datang ke
negeri Cina untuk berdagang sambil menyiarkan agama Islam.
Pedagang itu jatuh cinta dengan seorang gadis Cina, kemudian
melangsungkan perkawinan. Pada saat acara perkawinan inilah mereka
memakai pakaian adat masing-masing. Selanjutnya karena banyaknya
orang-orang Cina dan Arab yang datang merantau ke pulau Bangka
diantaranya ada yang melakukan perkawinan maka banyaklah
penduduk pulau Bangka yang mengadopsi pakaian tersebut setelah
melalui proses akulturasi dan asimilasi dengan budaya dan
kemampuan lokal setempat (local genius). Pakaian pengantin tersebut
pada akhirnya disebut dengan nama “Paksian”, dan pakaian tersebut
terdiri dari

PAKAIAN PENGANTIN PEREMPUAN


Baju atas dinamakan baju kurung panjang warna merah atau
warna ungu dengan hiasan manik-manik dan dilengkapi dengan
penutup dada yang dinamakan teratai, kain memakai motif cual
yang merupakan tenunan asli Bangka (biasanya motif Naga
Besaung, motif Kembang Gajah Mada, motif Bebek bebekan,
motif tumbuh tumbuhan seperti Rebung, motif Kinjeng atau
Capung, motif Kucing tidur, motif Ayam dan Motif Colak colek
yang biasanya terdapat pada bagian pinggiran kain), kemudian
pengantin dilengkapi dengan hiasan kepala yang disebut Paksian.
Hiasan Kepala ini dilengkapi asesoris berupa konde tilang yang
terbuat dari gulungan atau lipatan daun pandan yang didalamnya
diisi bunga rampai (irisan daun pandan, bunga mawar, kenanga &
melati), kemudian dilengkapi juga dengan kembang cempaka,
kembang goyang, daun bambu, kuntum cempaka, sepit udang,
pagar tenggalung, sari bulan, tutup sanggul atau kembang hong.
Untuk hiasan leher pengantin wanita memakai kalung, telinga
mengenakan anting panjang, kerabu atau giwang, pergelangan
tangan memakai gelang, dan bagian pinggang menggunakan
pending. Kemudian biasanya pengantin mengenakan sarung
tangan, sebelumnya pada jari kuku mempelai perempuan dihiasi
dengan inai atau daun pacar, kaki mengenakan kaos kaki dan
selop hitam. Roncean melati sering dipasang pada sanggul sisi kiri
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 29
dan kanan untuk keindahan dan keharuman. Baju pengantin
perempuan sekarang sudah ditambah dengan hiasan payet atau
manik-manik untuk menambah keindahan.

PAKAIAN PENGANTIN LAKI-LAKI


Busana laki laki terdiri dari jubah panjang sebatas lutut
dilengkapi dengan selempang di bahu, penutup kepala memakai
sorban atau sungkon, pada bagian bawah penganten pria
memakai celana panjang, bagian pinggang memakai pending,
mengenakan selop/sendal Arab pada kaki serta memakai sarung
tangan, sebelumnya pada jari kuku mempelai laki laki dihiasi
dengan inai atau daun pacar. Pakaian pengantin laki-laki ini
berwarna merah atau warna ungu dan biasanya dari bahan
beludru dengan hiasan manik-manik.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 30
Pengantin Paksian Pangkalpinang
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 31

TRADISI NGANGGUNG


Nganggung, merupakan tradisi gotong royong masyarakat Kota
Pangkalpinang dengan membawa makanan lengkap di atas Dulang
kuningan yang ditutup dengan tudung saji. Tiap pintu rumah
(keluarga) membawa satu dulang yang terbuat dari Kuningan, berisi
makanan sesuai dengan status dan kemampuan keluarga tersebut.
Tradisi Nganggung sering juga disebut dengan adat Sepintu Sedulang.
Tradisi ini biasanya dilakukan pada upacara upacara keagamaan,
seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, Mauludan, Nisfu Sya’ban, dan
pada kegiatan Muharam. Kegiatan Nganggung biasanya dilakukan di
Masjid dan di Kota Pangkalpinang sering dilaksanakan Nganggung
Akbar di Rumah Dinas Walikota setelah dilaksanakan pawai Taaruf.
G. BARONGSAI
Permainan Barongsai biasanya dilakukan pada saat upacara dan
biasanya digelar saat bulan purnama atau pada acara acara khusus
masyarakat keturunan Tionghoa seperti peringatan Imlek, Cap Go
Meh, Sembahyang Rebut (Ghost Hungry), Sembahyang Kubur (Ceng
Beng), Pot Ngin Bun, Peh Cun dan upacara kemasyarakatan lainnya.
Pada acara keagamaan biasanya pertunjukan Barongsai diadakan di
Kelenteng kelenteng besar Kota Pangkalpinang, seperti Kelenteng
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 32
Kwan Tie Miau, dan Kelenteng Satya Budi. Pertunjukan Barongsai juga
sering dilombakan.
H. PEH CUN
Peh Cun merupakan tradisi masyarakat Tionghoa untuk
menghormati meninggalnya seorang bangsawan yang sangat dicintai
rakyat bernama Qu Yuan (pada zaman dinasti Chu tahun 340 SM).
Perayaan ini dilaksanakan setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek.
Masyarakat Tionghoa beramai ramai melaksanakan ritual di Pantai
(di Pangkalpinang dipusatkan di Pantai Pasir Padi). Prosesi ritual
dilakukan mulai dengan sembahyang kemudian dilanjutkan beramai
ramai membuang kue Chang ke laut (Kue yang terbuat dari Ketan dan
diisi dengan daging atau udang) sebagai symbol penghormatan. Pada
tepat tengah hari tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek ada keunikan
dimana telor Ayam mentah yang masih segar dapat didirikan dan air
laut mengalami puncak pasang surut yang sangat jauh sekitar 1 Km.
I. CENG BENG
Ritual Ceng Beng atau sembahyang kubur merupakan upacara
perwujudan dari sikap masyarakat Tionghoa yang sangat mencintai
dan menghormati leluhurnya, seluruh keluarga baik yang ada di
Pangkalpinang atau di perantauan berupaya untuk pulang dan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 33
melaksanakan ritual. Kegiatan Ritual dimulai dengan membersihkan
kuburan atau pendem biasanya dilakukan 10 hari sebelum
pelaksanaan Ceng Beng. Puncak kegiatan dilaksanakan pada tiap
tanggal 5 April kalender Masehi. Kegiatan dilaksanakan sejak dini hari
hingga terbit fajar dengan melakukan sembahyang dan meletakkan
sesajian berupa aneka buah buahan (sam kuo), ayam atau babi (sam
sang), arak, aneka kue, dan makanan Vegetarian (cai choi), uang
kertas (kim cin) dan membakar garu (hio), suasana di pekuburan
khususnya di pekuburan Sentausa pada saat itu sangat semarak
dengan Lampion dan beraroma hio yang menyengat hidung serta
diiringi dengan alunan musik Belaz Band atau Tanjidor.
J. TRADISI RUWAHAN
Ruwahan atau sedekah ruah merupakan upacara penyambutan
terhadap kedatangan bulan suci Ramadhan. Ruwahan dilakukan pada
pertengahan bulan Sya’ban sehingga sering disebut dengan Nisfu
Sya’ban, pada bulan ini masyarakat biasanya melakukan acara bersih
kubur dan ziarah ke kuburan keluarga masing masing. Pada pekan
pekan pertengahan bulan Sya’ban masyarakat melaksanakan acara
sedekah ruah dengan menyiapkan makanan, biasanya tidak
ketinggalan gulai Ayam atau daging Sapi untuk disantap bersama baik
oleh keluarga maupun oleh tetangga sekitarnya. Tradisi ini merupakan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 34
bentuk penghormatan terhadap arwah orang yang sudah meninggal
dan merupakan warisan dari Hinduisme.
K. MILANG ARI
Adalah upacara yang berhubungan dengan Crisis Rate, atau
upacara yang berhubungan dengan tahapan tahapan kehidupan
manusia khususnya yang berhubungan dengan upacara kematian.
Fihak keluarga yang meninggal dunia mengadakan sedekah untuk
mengenang yang meninggal dunia, dimulai pada hari pertama sampai
hari ketujuh, kemudian pada hari ke dua puluh lima
(Nyelawe), empat puluh hari, seratus hari (Nyeratus) kemudian seribu
hari (Nyeribu), kemudian dilaksanakan pada tiap tahun yang disebut
Naun.

NABER KAMPUNG


Dilakukan untuk mengusir roh roh jahat yang mengganggu
masyarakat. Roh roh jahat tersebut dianggap jahat atau mengganggu,
menyebabkan munculnya berbagai macam wabah penyakit serta
timbulnya berbagai bencana. Upacara dilakukan pada malam hari
biasanya setelah maghrib, dipimpin oleh seorang Pawang atau dukun
kampung. Setelah dilaksanakan upacara khusus di balai desa, Pawang
atau dukun berjalan dari ujung keujung desa berikutnya dengan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 35
membawa mayang pinang dan menaberkan air yang telah di jampi
atau dimantera ke kanan dan ke kiri jalan. Setelah upacara naber
kampung biasanya masyarakat berpantang untuk bersiul di malam
hari. Acara Naber Kampung ini sudah hampir punah dan sudah jarang
dilakukan oleh masyarakat karena tergolong perbuatan musyrik.
M. NGEROH AIK SUNGAI
Ngeroh Aik Sungai dilakukan pada saat musim kemarau dengan
tujuan untuk menangkap ikan. Masyarakat melalui musyawarah di
kelurahan menentukan hari yang tepat untuk kegiatan dan pada hari
yang telah ditentukan masyarakat berkumpul di sungai dan membagi
masing masing wilayah mulai dari hulu sampai ke hilir sungai,
kemudian secara serentak turun ke sungai dan dengan dengan
berbagai alat mengeruhkan air sungai supaya ikan ikan menjadi mabok
dan mudah untuk ditangkap.

PERMAINAN TRADISIONAL RAKYAT


Disamping adat istiadat di atas masyarakat Pangkalpinang juga
mengenal permainan dan olahraga tradisional seperti; Main Sembunyik
Gong (Petak Umpet), Main Cak Lingking, Main Sam, Gasing, Main Usek
Usek (kejar kejaran), Permainan Bilun, Cengkulun, dan sebagainya.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 36
Berikut diskripsi secara singkat beberapa jenis permainan dan olahraga
tradisional tersebut:
1. GASING
Permainan Gasing merupakan permainan rakyat Melayu
termasuk di Pangkalpinang. Permainan ini sudah lama dikenal dan
menjadi permainan utama nenek moyang orang Bangka Belitung.
Gasing terbuat dari tras/bagian terkuat dari kayu yang letaknya
pada bagian tengah atau pada akar kayu sebagai bahan baku.
Gasing dimainkan dengan diputar menggunakan seutas tali
panjang yang dianyam dari kulit kayu. Permainan Gasing dapat
dilakukan secara perorangan atau kelompok.
Sebagai permainan tradisional, gasing dapat memberikan
banyak manfaat dan perlu dilestarikan karena memiliki nilai
sejarah, dapat dijadikan untuk simbol dan maskot daerah,
dijadikan cabang olahraga yang dapat diukur dengan skor dan
prestasi serta dapat dikembangkan pada event yang lebih luas
misalnya PON, mengandung nilai seni, menciptakan lapangan
kerja dengan menumbuhkembangkan industri pengrajin gasing,
sebagai sarana hiburan masyarakat, dan dapat menambah
Pendapatan Asli Daerah serta menjadi aset wisata.
Macam-macam gasing yang ada di Pangkalpinang
diantaranya adalah:
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 37
a. Gasing Jantung
Bentuknya mirip jantung manusia, gasing jenis ini
banyak disukai karena mudah dimainkan baik cara
memusing maupun dalam cara memangkak, sangat cocok
dimainkan oleh pemain pemula. Ciri khas gasing ini adalah
bentuknya agak tinggi, kepala gasing tinggi bulat, dan pada
bagian bawahnya lebih meruncing.
b. Gasing Guci
Bentuk dan rupa hampir sama dengan gasing jantung,
perbedaannya terletak pada pinggang gasing yang
berbentuk oval. Bidang lilitan tali pemusing lebih kecil dari
ukuran pinggang gasing. Bentuk tubuh gasing dibuat
bertingkat-tingkat ke arah buntut gasing dan bergerigi. Pada
bagian bawah terlihat lebih gemuk, serta urinya lebih tahan
menerima pangkahan.
c. Gasing Pelita atau Tampeng
Berbentuk unik mirip dengan bentuk payung, unggul
bila digunakan untuk memangkak dan memecahkan gasing
lawan.
d. Gasing Effel
Berbentuk pipih, bentuk fisiknya rendah dan pada
bagian buntut gasing rendah. Lebih banyak uri dan tahan
menerima pangkahan gasing lawan.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 38
e. Gasing Lampu
Bentuk perutnya bulat dan oval, tidak mudah mati
putarannya ketika dipangkah.
f. Tali Gasing
Bahan baku tali gasing pada zaman dahulu dibuat dari
kulit-kulit kayu yang dianyam, sekarang untuk tali gasing
sudah menggunakan bahan sistetis.

PERMAINAN BILUN


Suatu Permainan olahraga yang sangat sederhana sekali,
dilakukan di lapangan terbuka dengan membuat arena permainan
di tanah dengan garis garis berbentuk persegi panjang. Jumlah
Kotak Persegi Panjang berjumlah sesuai dengan jumlah pemain,
misalnya 8 buah persegi berdampingan yang dipisahkan oleh
sebuah garis tengah, berarti dimainkan oleh 8 Orang terdiri atas
Kelompok penjaga 4 orang dan kelompok pemain 4 orang. Setiap
kotak di jaga oleh seorang penjaga garis biasanya dijaga oleh
kelompok yang kalah sedangkan kelompok yang lain adalah
pemain. Pola permainannya adalah kelompok pemain berusaha
memasuki arena kotak dari celah yang tidak dijaga atau
tersentuh penjaga dari depan kemudian kebelakang begitu
sebaliknya dari belakang ke depan. Bila salah satu pemain
tersentuh oleh salah satu kelompok penjaga maka permainan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 39
berganti kelompok yang tadinya pemain menjadi penjaga dan
penjaga menjadi pemain. Setiap penjaga dapat melewati seluruh
garis vertical tempat jaganya dan melewati garis tengah yang
memisahkan dua bagian persegi.
Dalam permainan Bilun ini dibutuhkan kecermatan, fisik yang
kuat, kecerdikan, kegesitan, kekompakan tim, serta kejujuran.
Penentuan pemenang ditentukan oleh berapa banyak kelompok
tersebut menjadi pemain dan biasanya pemenang memperoleh
hadiah berupa diambin ( digendong ) oleh kelompok yang kalah
sesuai kesepakatan awal sebelum bermain.
Sket Lapangan Bilun
Penjaga Lintasan Penjaga

PERMAINAN CENGKULUN


Permainan ini dilakukan oleh 2 kelompok anak anak yang
terdiri dari 5 orang atau lebih tiap kelompok. Permainan ini sangat
sederhana yaitu ada kelompok penangkap dan kelompok yang
ditangkap. Kelompok yang ditangkap berusaha untuk sekuat
mungkin untuk tidak ditangkap sebab kalau tertangkap akan
dimasukkan ke dalam sebuah lingkaran atau istilahnya dikurung
dan dijaga oleh kelompok penangkap. Permainan ini mengandung
unsur kelucuan, dan para peserta harus memiliki fhisik yang kuat
gesit larinya, memiliki kekompakan tim, kejujuran dan harus
pandai mengatur strategi.
Anggota kelompok yang tertangkap bisa dilepaskan dan
bergabung dengan kelompoknya apabila bagian anggota
tubuhnya dapat disentuh oleh kelompoknya dan menjadi pemain
kembali. Permainan Cengkulun ini akan berakhir bila seluruh
kelompok yang ditangkap tertangkap dan untuk selanjutnya
kelompok penangkap menjadi kelompok yang ditangkap.
Pemenang dalam permainan ini adalah kelompok yang paling
sedikit menjadi kelompok penangkap, dan bagi pemenang
memperoleh hadiah berupa diambin (digendong) sesuai
kesepakatan awal sebelum bermain .

MAKANAN TRADISIONAL


Makanan Khas Tradisional merupakan salah satu dari nilai
budaya yang mengandung Nilai Budaya yang Tampak (Tangible) dan
Nilai Budaya yang Tidak tampak (Intangible). Sebagaimana halnya
makanan khas tradisional dari berbagai daerah di Nusantara, makanan
khas dari Pangkalpinang juga memiliki nilai nilai budaya yang
mengandung kearifan lokal dan harus dilestarikan.
Karena Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dominan
terdiri dari wilayah lautan maka ciri khas utama makanan
masyarakatnya berhubungan dengan hasil hasil laut atau hasil olahan
hasil laut, disamping hasil perkebunan yang ada. Jenis makanan
tersebut yaitu; Aneka makanan Hasil laut yang diawetkan seperti Cumi
kering, Ikan kering, Cacing laut atau Wak wak kering, Udang kering,
Siput Gung gung, Teripang, Sirip Hiu, Rusip, Kecalok, Pekasem.
Kemudian aneka makanan hasil olahan hasil laut seperti Keretek,
Kempelang, Kericu, Kerupuk, Sambel Lingkung, Terasi, Otak otak,
Empek empek, Lakso, Bergo dan Pantiau. Disamping makanan khas
bercirikan hasil laut terdapat pula aneka jenis peganan tradisional
seperti Martabak Bangka atau Hok Lo Pan, Rintak sagu, Gandus, Kue
Rangai, Kue Talam, Kue Bugis, Kue Jongkong dan Dodol khas yang
disebut Lempok Cempedak atau Durian. Kemudian dikenal pula hasil
alam berupa Madu Pahit dan Madu Manis asli dari Lebah hutan Pulau
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 42
Bangka dengan rasa dan khasiat tersendiri, sangat baik untuk
kesehatan.
Masakan Khas Tradisional yang terkenal adalah Lempah Kuning.
Lempah ini merupakan makanan yang khas dan menjadi makanan
utama dalam keluarga dan masyarakat, juga menjadi makanan dalam
upacara adat dan keagamaan. Dalam tradisi masyarakat Pangkalpinang
yang disebut Sepintu Sedulang, segala sesuatu dikerjakan secara
bersama sama, biasanya sebelum melakukan suatu pekerjaan atau
hajatan besar atau setelah bekerja bersama, masakan Lempah Kuning
adalah lauk pauk utama yang dimasak bersama dan dimakan bersama
sama. Disamping itu disajikan juga Lempah Darat atau Lempah Bumbu
Tiga (Terasi atau Belacan, Cabe Rawit dan Garam sebagai bumbu)
dijadikan sebagai lauk pauk pelengkap. Dari Bumbu yang digunakan
dengan komposisi tiga bahan di atas menggambarkan bahwa
masyarakat Pangkalpinang Bangka Belitung adalah masyarakat yang
praktis serta tidak rumit, sangat menghargai waktu, hemat dan
ekonomis. Untuk makanan pelengkap biasanya pada siang hari di
hidangkan Kue Cacak untuk menghilangkan dahaga atau haus sebagai
makanan ringan pendamping kopi dan teh.

PERKEMBANGAN AGAMA DI KOTA PANGKALPINANG

A. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM
Agama Islam masuk dan berkembang di Kepulauan Nusantara
berlangsung antara abad ke 7 sampai dengan abad ke 13 Masehi.
Perkembangan Agama Islam sangat dominan dilakukan melalui
kegiatan perdagangan dunia yang dilakukan pada waktu itu.
Runtuhnya kekuasaan Keprabuan Majapahit juga ikut mempercepat
proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Nusantara. Daerah
daerah kekuasaan Majapahit yang berada di pesisir melepaskan diri
dan mendirikan kerajaan kerajaan tradisional yang bercirikan Islam
seperti Demak, Banten, Aceh, Pasai, Palembang, Ternate dan Tidore
dan kerajaan kerajaan Islam lainnya. Agama Islam masuk dan
berkembang di Bangka dibawa oleh saudagar saudagar dari Arab,
Gujarat India, Aceh, Palembang, Banten dan Minangkabau. Kegiatan
perdagangan yang utama dilakukan pada waktu itu adalah
perdagangan rempah rempah seperti Lada Putih, hasil Hutan ( damar
dan gaharu). Pesatnya perkembangan Islam terbukti dengan
membaiknya harga Lada Putih di pasaran dunia maka jumlah orang
yang menunaikan ibadah haji dari Bangkapun meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 1914 sudah mencapai 200 orang, kemudian pada
tahun 1926 dan 1927 sekitar 500 orang dan pada tahun 1928 sekitar
600 jemaah. Perkembangan agama di Bangka juga dilakukan melalui
jalur pendidikan. Pada tahun 1880 sudah berdiri sekolah rakyat di
Pangkalpinang yang gurunya berasal dari Sumatera Barat dan Aceh, di
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 72
samping mengajar mereka juga menjadi khatib atau juru dakwah Islam
di masyarakat. Kemudian perkembangan Islam di Bangka dipengaruhi
oleh dua organisasi Islam yaitu Muhammadiyah yang berdiri pada
tahun 1912 dan NU (Nahdhatul Ulama) yang berdiri tahun 1926
(sehingga dimasyarakat dikenal adanya dua kaum muslim yang disebut
kaum baru dan kaum lama). Sebagai bukti tentang masuk dan
berkembangnya Islam di Bangka dapat diketahui dari pendirian
beberapa Masjid dan Surau. Berikut ini adalah dua sejarah masjid
tertua yang ada di Kota Pangkalpinang yaitu Masjid Al - Mukarrom
Tuatunu dan Masjid Jamik, dua masjid ini merupakan refresentasi dan
bukti bahwa Islam berkembang dengan pesat di Pangkalpinang.
B. MASJID AL - MUKARROM TUATUNU
Masjid Al - Mukarrom terletak di ujung Tuatunu, dulu letaknya
berada di tengah tengah perkampungan Tuatunu. Dikatakan demikian
karena pada ujung Tuatunu yang sekarang, dahulunya adalah
perkampungan yang dihuni oleh kelompok masyarakat yang oleh
masyarakat berfaham lama (cendrung pada paham Nahtadhul Ulama)
disebut kaum baru (cendrung pada paham Muhammadiyah). Puncak
perbedaan khilafiah antara kaum lama dan kaum baru terjadi antara
tahun 1938 - 1939 dan kelompok yang menamakan diri kaum baru
pindah ke Pangkalpinang dan menjadi warga masyarakat yang tinggal
di Kampung Dalam sekarang (kecuali warga pendatang). Setelah
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 73
kepindahan kaum baru, rumah yang ditinggalkan dibiarkan kosong
karena tidak ada yang berani menempati, akhirnya menjadi semak
belukar.
Masjid Al - Mukarrom didirikan pada tahun 1928 dan selesai
pada tahun 1930 dengan luas asal bangunan Masjid 16 x 16 m².
Masjid didirikan secara bergotongroyong dipimpin oleh tokoh-tokoh
masyarakat Tuatunu pada waktu itu seperti H. Paut, H. Said,
H. Yunus, H. Tahe dan H. Kadem. Menurut keterangan lisan
masyarakat Tuatunu, Sholat Jum’at pertama kali di Kota Pangkalpinang
dilaksanakan di Masjid Al - Mukarrom Tuatunu. Kemudian untuk
keperluan berwudhu jemaah di halaman depan Masjid dibangun kolam
dengan ukuran panjang 4 meter dan lebar 5 meter.
Dalam perkembangan selanjutnya Masjid Al - Mukarrom telah
mengalami tiga kali perbaikan, perbaikan pertama pada tahun 1978
diketuai oleh H. Shaleh, kemudian perbaikan kedua dilakukan sekitar
tahun 1990. Pada renovasi kedua dilakukan penambahan ruangan
selebar 4 meter di sebelah utara dan renovasi terakhir dilakukan pada
tahun 2002. Renovasi ini dilakukan dengan banyak perubahan di sana
sini, sehingga ukuran keseluruhannya menjadi 34 x 20 m². Perubahanperubahannya
antara lain dengan membuat dua kolam untuk wudhu
yang besar di sebelah utara dan yang kecil di sebelah selatan (depan
Masjid). Kolam air wudhu yang pertama dibuat dihilangkan dan
dijadikan teras masjid dengan ukuran 13 x 19 m².
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 74
Di dalam teras masjid terdapat 9 buah pilar dan dari teras
masjid menuju ruang utama masjid (ruang dalam) dapat melalui
4 buah pintu utama. Kemudian lantai masjid semuanya diganti dengan
keramik, kubah atau atap masjid diubah menjadi dua tingkat (aslinya
tidak berkubah dan beratap genteng), tingkat pertama dengan satu
kubah besar, tingkat kedua mempunyai 3 anak kubah yang letaknya
tepat di depan kubah besar. Apabila kita bandingkan bentuk asli masjid
dengan bentuk yang sekarang kira kira aslinya sebagai berikut; pada
ruang dalam (utama) terdapat ruang mimbar khusus dan terdapat 4
(empat) buah tiang besar yang merupakan ciri khas masjid masjid
berasitektur tradisional. Pada saat renovasi juga dibangun menara
masjid setinggi 25 meter untuk tempat pengeras suara. Renovasi
terakhir ini menelan biaya sekitar Rp. 300.000.000,-, dana merupakan
murni bersumber dari swadaya masyarakat Tuatunu dan donatur
lainnya yang bersimpati terhadap pengembangan agama Islam. Masjid
Al - Mukarrom secara administratif masuk ke dalam wilayah kelurahan
Tuatunu Indah kecamatan Gerunggang. Masjid ini adalah induk dari
masjid/surau yang ada di Tuatunu yang berjumlah 5 buah.
Masjid/surau tersebut hanya digunakan untuk sholat 5 waktu dan
acara pengajian. Untuk sholat Jum’at berjamaah semua jamaah
masjid/surau yang ada melaksanakan sholatnya di masjid Al -
Mukarrom.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 75
Kegiatan rutin yang dilaksanakan di Masjid ini selain sholat
5 waktu berjamaah adalah sholat Jum’at dan setelah sholat Jum’at,
sore harinya sekitar pukul 15.00 WIB diadakan pengajian dengan
mendatangkan penceramah dari Kota Pangkalpinang. Untuk kegiatan
tahunan selain sholat Idul Fitri dan Idul Adha (Qur’ban) dilakukan juga
pengajian dalam rangka memperingati Hari Besar Islam seperti
Mauludan, Muharraman, Isra’ Miraj dan Nisfu Sya’ban. Khusus untuk
perayaan Maulid Nabi, acaranya dibuat istimewa, apabila libur Nasional
Maulid Nabi jatuh pada hari Jum’at, maka sehari sebelumnya (hari
Kamis) setelah sholat zuhur diadakan Nganggung bersama dan pada
malamnya selepas sholat magrib dibacakan riwayat kelahiran Nabi
Muhammad SAW (kitab Barzanji) kemudian dilanjutkan Sholat Isya
berjamaah diakhiri dengan Do’a dan Nganggung bersama. Puncak
peringatan Maulid dilaksanakan pada hari Minggunya sekitar pukul
08.00 WIB, biasanya dengan mengundang seluruh jamaah dan
pengurus masjid yang ada di Kota Pangkalpinang. Kegiatan unik di atas
rutin dilaksanakan Masjid Al - Mukarrom sepanjang tahun. Khusus
untuk hari besar Islam lainnya tidak mendatangkan penceramah dari
luar, tapi dari masyarakat Tuatunu sendiri. Biasanya setiap akhir acara
kegiatan diakhiri dengan Nganggung bersama. Pada hari hari besar
keagamaan tersebut hampir semua masyarakat Tuatunu hadir
di Masjid Al - Mukarrom, bahkan banyak jamaah yang datang dari luar
Tuatunu. Sekarang Pengelolaan Masjid Al - Mukarrom dilakukan oleh
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 76
pengurus masjid yang diketuai oleh H. Umar bin H. Kadir. Beliau
adalah salah seorang tokoh agama yang disegani masyarakat Tuatunu.
C. MASJID JAMIK PANGKALPINANG
Masjid Jamik terletak di jalan Masjid Jamik Kelurahan Masjid
Jamik. Masjid Jamik aslinya dibangun pada tanggal 3 Syawal 1355 H
atau bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1936 H. Tulisan
penanggalan ini masih dapat dilihat pada meja putih terbuat dari
marmer, hanya letaknya saja yang bergeser arah ke barat pada
pekarangan depan masjid sekarang.
Letak masjid lama kira kira di sekitar tempat air wudhu dan
menara masjid yang sekarang, menjurus arah ke depan dekat sekali
dengan jalan raya Kampung Dalam. Masjid didirikan di atas tanah
wakaf yang cukup luas. Pada sisi sebelah baratnya terdapat tanah
yang luas sampai ke batas got besar yang kini sudah menjadi Jalan
Kenangan, sedangkan pada sisi sebelah utaranya terdapat Sungai
Rangkui yang dulu penuh dengan rawa-rawa dan tumbuhan pohon
Rumbia. Pada sisi sebelah Timur terdapat rawa-rawa dan tanah yang
agak tinggi di sini terdapat bangunan rumah Marbot. Dalam
pekarangan masjid pada waktu itu terdapat pohon Cendana dan kursi
tempat duduk lengkap dengan mejanya yang terbuat dari batu
marmer.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 77
Bentuk fisik masjid adalah semi permanen dengan pondasi yang
cukup kuat, berlantai semen berdinding papan dan beratap genteng
bila dilihat dari atas berbentuk seperti piramida, lebar di sebelah bawah
menciut di bagian tengah dan atasnya. Bentuk bangunannya bertingkat
tiga, pada bagian bawah dipergunakan untuk tempat beribadah
terutama sholat 5 waktu berjamaah, pengajian dan diperkirakan dapat
menampung jamaah sebanyak 600 orang. Di tingkat tengah berfungsi
sebagai tempat menyimpan kitab-kitab kuning, buku-buku agama, tikar
dan alat perlengkapan masjid lainnya, sedangkan di bagian atas
berfungsi sebagai menara untuk Muazin mengumandangkan azan.
Inilah kira kira bentuk bangunan masjid Jamik lama.
Dalam sejarah perjalanannya Masjid Jamik mengalami 3 (tiga)
kali renovasi, 2 (dua) kali renovasi besar dan sekali renovasi kecil.
Renovasi pertama dan kedua dipelopori oleh seorang ulama
kharismatik di pulau Bangka yaitu KH. Mas’ud Nur, beliau pada saat itu
menjabat sebagai penghulu Pangkalpinang, beliau dibantu oleh tokoh
tokoh agama yang ada di pulau Bangka antara lain KH. Mochtar Yasin,
KH. Masdar, KH. Abdullah Addary, H. M. Ali Mustafa, KH. Achmad
Razaq, KH. Suhaima dan tokoh tokoh lainnya. Pada periode renovasi ini
tahun 1950 - 1954, ditetapkan rancangan/ukuran masjid sebagai
berikut, panjang 30 meter, lebar 30 meter dan tinggi menara masjid 18
(delapan belas) meter dengan kapasitas dapat menampung 1.500
orang jama’ah. Rencana tersebut dilaksanakan di atas pekarangan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 78
Masjid Jamik lama yang memiliki tanah wakaf yang cukup luas dengan
batas-batas sebagai berikut: sebelah Barat berbatas dengan jalan
Kenangan, sebelah Timur berbatas dengan rumah Bapak Romli, KH.
Mas’ud Nur dan KH. Mocthar Yasin, sebelah Selatan berbatas dengan
jalan Kampung Dalam (jalan Masjid Jamik sekarang) dan sebelah Utara
berbatas dengan Sungai Rangkui.
Pada saat itu yang pertama kali dikerjakan adalah menimbun
rawa-rawa dan lumpur bekas Sungai Rangkui (sedalam sekitar
10 meter), semua pekerjaan ini dilaksanakan masyarakat secara
bergotong royong dengan melibatkan semua unsur baik sipil maupun
militer. Bantuan dana berasal dari partisipasi masyarakat yang ada di
pulau Bangka, para pengusaha muslim dan non muslim, dari TTB
(Perusahan Tambang Timah), dari pengusaha asal Bangka yang ada di
Pulau Jawa, bahkan menurut catatan, Wakil Presiden RI
Drs. Muhammad Hatta ikut menyumbang uang tunai sebesar
Rp. 1.000,- (seribu rupiah). Setelah tanah wakaf seluruhnya rata
dengan tanah dan pasir, mulailah tahap demi tahap pembangunan
(renovasi) masjid dilaksanakan mulai dari pondasi beton dan betonbeton
bertulangpun dipancangkan, selanjutnya mulai memasang bata
untuk dinding masjid, pengecoran dan sebagainya. Pada periode ini
renovasi masjid belum selesai karena banyak kendala yang dihadapi
diantaranya kekurangan dana dan bahan-bahan bangunan.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 79
Pengerjaan fisik bangunan masjid dilanjutkan pada periode II
tahun 1955 – 1961. Pada periode ini panitia pembangunan masjid
sedikit ada perubahan karena ada diantara pengurus lama yang
mengundurkan diri, namun tetap diketuai oleh KH. MAS’UD NUR
dengan arsitek/tehnik bangunan Bapak HADY SUSILO (karyawan TTB).
Pengerjaan fisik pada periode ini lebih banyak pada finishing masjid
dan pembuatan menara masjid yang berdasarkan ukuran semula
setinggi 18 meter, kemudian diadakan perubahan menjadi 23 meter.
Pada saat itu menara Masjid Jamik merupakan menara tertinggi yang
ada di Kota Pangkalpinang, sekarang menara Masjid yang tertinggi ada
pada masjid Al - Mukarrom Tuatunu setinggi 25 meter.
Pada waktu pembuatan menara ini mulailah diadakan
perombakan masjid lama sedikit demi sedikit dan akhirnya selesai total
secara keseluruhan serta diresmikan pada tanggal 3 Juni 1961 pukul
09.00 WIB. Pembangunan menelan biaya sebesar Rp. 6.115.855,32,-.
Renovasi kecil terakhir dilakukan pada tahun 2003, yaitu melakukan
penambahan teras di dekat tangga masjid sebelah kiri dan kanan
dengan ukuran lebar 10 meter dan panjang 5,6 meter, berlantai
keramik, beratap awning/kanopi dan menuju tempat wudhu sebelah
bawah, tempat wudhu tambahan berbentuk huruf L karena letaknya
menyudut.
Masjid Jamik mempunyai 5 buah pintu masuk yang sama besar,
3 pintu masuk berada di depan diapit oleh 2 jendela yang ukurannya
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 80
hampir sama besar dengan pintu, 2 pintu masuk lainnya masingmasing
terletak pada sebelah kanan masjid satu pintu dan sebelah
samping kiri masjid satu pintu, serta masing masing diapit oleh 3 buah
jendela yang sama ukurannya dengan jendela pada bagian depan
masjid. Apabila kita ingin masuk masjid dari samping kanan dan kiri
masjid maka harus menaiki tangga karena bangunan masjid lebih
tinggi dari permukaan tanah (sekitar 5 meter) dari batas pondasi
hingga permukaan lantai masjid. Memasuki ruang dalam masjid (ruang
utama) ciri khasnya adalah ruangan ditopang oleh 4 buah pilar besar
yang letaknya sejajar satu sama lain (ciri utama ini sama dengan
masjid Al - Mukarrom Tuatunu), sedangkan dekat mimbar masjid
terdapat 6 buah jendela besar seukuran jendela pintu masuk masjid
(dapat diartikan sebagai Rukun Iman), dengan letak 3 (tiga) jendela
di sebelah kanan dan 3 (tiga) jendela di sebelah kiri mimbar, dan
apabila kita berada di dalam ruang masjid kemudian menengok ke
atas, maka akan terlihat kubah masjid dengan diameter 7 m. Ruang
utama masjid diapit oleh teras di kiri dan di kanan serta bagian depan,
apabila sholat Jum’at maka teras akan penuh dengan jamaah hingga
ke bagian lantai keramik yang paling bawah dekat tangga masjid
sebelah depan yang berbentuk setengah lingkaran. Salah satu
keunikan masjid ini adalah antara tangga depan (yang berbentuk
setengah lingkaran) dengan atapnya dihiasi oleh tiang penyangga
(ukuran kecil) berjumlah 5 tiang, bisa diartikan sebagai Rukun Islam,
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 81
dan antara tembok depan dengan atapnya dihiasi tiang penyangga
kecil sebanyak 6 buah (3 buah di sebelah kanan dan 3 buah di sebelah
kiri), dapat diartikan sebagai Rukun Iman.
Sekarang Masjid Jamik dapat menampung jamaah sebanyak
2.000 orang, dengan luas tanah 5.662 m² dan sudah disertifikat pada
tanggal 6 Februari 1993 (nomor sertifikat 04.02.0309.100002). Selain
bangunan utama masjid, terdapat pula halaman yang luas, kemudian
dilengkapi dengan bangunan tempat pengajian, Majelis taklim Ibu-ibu,
TPA, Nganggung dan Yasinan yang dilaksanakan setiap malam Jum’at,
letaknya di belakang masjid. Masjid juga dilengkapi tempat parkir
kendaraan terletak di sebelah bawah berbatas dengan tempat wudhu
wanita dan pria. Kemudian ada ruang tambahan yang
menyatu/menempel dengan ruang serba guna (relatif masih baru).
Masjid juga dilengkapi sebuah beduk ukuran raksasa pemberian dari
Kapolda pertama Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Kombes. Pol.
Drs. E TPL. TOBING, beduk tersebut khusus beliau datangkan dari
pulau Jawa.
Adapun fungsi Masjid di samping sebagai tempat ibadah (sholat
berjamaah 5 waktu), juga sebagai sarana pendidikan keagamaan baik
bersifat harian, mingguan, bulanan, tahunan, yaitu sebagai berikut :
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 82
A. Yang bersifat rutin
1. Taman pendidikan Al – Qur’an (TPA)
Dilaksanakan setiap hari senin, selasa, rabu dan kamis dimulai
pada pukul 14.00 WIB hingga selesai dengan jumlah santri
sekitar 59 (lima puluh sembilan) orang, dengan jumlah tenaga
pengajar sebanyak 3 (tiga) orang.
2. pembinaan remaja di bidang seni
a. Seni Nasyid diadakan setiap hari Kamis sore
b. Seni tabuh gendang (rodat) setiap sabtu sore
3. Pengajian kaum muslimat
Diadakan setiap senin sore dengan kitab Fiqih dan setiap sabtu
sore dengan kajian kitab Tauhid.
4. Pengajian pembacaan kitab Arab Melayu diadakan setiap
Minggu malam dan Rabu malam
5. Pengajian untuk umum dengan kitab fiqih dan kitab tauhid
diadakan setiap malam Rabu.
6. Mengadakaan pembacaan kitab Barzanji/Marhaban setiap
malam Jum’at.
B. Hari hari besar Islam / Tahunan
1. Mengadakan berbagai kegiatan dalam menyambut 1 Muharram
(Tahun Baru Islam) yakni lomba azan, MTQ, busana muslim dan
hafalan surat surat pendek Al Quran.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 83
2. Mengadakan pembacaan riwayat Maulid Nabi Muhammad saw
pada tanggal 12 Rabiul awwal.
3. Mengadakan pembacaan riwayat Isra’ dan Mi’raj .
4. Mengadakan acara menjelang berbuka bersama setiap bulan
Ramadhan dengan acara ceramah dan pembacaan kitab suci
Al – Qur’an dan terjemahannya.
5. Mengadakan pengumpulan zakat dan pemotong hewan kurban.
6. sebagai tempat berkumpulnya jamaah Haji setiap tahun untuk
dilepaskan oleh Gubenur atau Walikota sebelum diberangkatkan
dari Masjid Jamik ke Bandara Depati Amir menuju Jakarta dan
sebaliknya setelah jamaah haji pulang dari Tanah Suci Mekah.
C. Acara Insendentil
Mengadakan ceramah agama dengan mengundang penceramah
dari luar daerah. Kemudian pada saat Bulan Puasa Kawasan
sepanjang Masjid Jamik dijadikan sebagai Pasar Ramadhan yang
menjual aneka makanan khas Pangkalpinang untuk berbuka
puasa.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 84
Masjid Jamik Kota Pangkalpinang
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 85
D. PERKEMBANGAN AGAMA KATHOLIK
Sejarah Gereja Pangkalpinang berawal dari mulai berkaryanya
seorang tabib (shinse) Tionghoa yang beragama katolik di Sungaiselan
yang bernama Tsen On Ngie (Zeng Aner) yang lahir di China pada
tahun 1795. Pada tahun 1830 beliau datang ke Sungai Selan dari
Penang Malaysia. Sejak tahun 1849 beliau mulai bekerja sebagai
seorang tabib (shinse) dan berkeliling di Pulau Bangka mengobati
orang orang sakit, terutama buruh-buruh Cina yang bekerja di parit
penambangan timah yang didatangkan dari Tiongkok. Banyak buruhburuh
tambang ini tertarik akan keteladanan Tsen On Ngie dan
kemudian belajar agama Katholik kepada beliau, komunitas pemeluk
agama Katholik terbentuk di Sungaiselan di bawah bimbingan Tsen On
Ngie. Pada tahun 1849 Pastor Claessens dari Batavia mengunjungi
Sungaiselan dan mengkatholikkan 50 (lima puluh) orang yang telah
dididik dan dipersiapkan oleh Tsen On Ngie. Pada tahun 1853 Pastor
Langenhoff dibenum untuk tugas di Sungaiselan dan Tsen On Ngie
mendampingi beliau sebagai Katekis (guru agama). Wilayah pelayanan
Pastor Langenhoff meliputi Bangka, Belitung, Palembang dan Riau dan
malah berkembang sampai ke Kalimantan Barat.
Pusat Misi Gereja di Bangka yang berawal di Sungaiselan, pada
tahun 1853 di pindahkan ke Sambong (sekitar 8 km dari
Pangkalpinang), dan tahun 1913 dipindahkan ke Pangkalpinang.
Sebelum menjadi pusat misi gereja Katholik, Pangkalpinang sejak
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 86
tahun 1863 merupakan Stasi dari Sungaiselan dan mempunyai sebuah
Kapel yang bernama Santo Yoseph. Sekitar tahun 1885 karena tak ada
Pastor yang menetap di Bangka, maka Kapel Santo Yoseph tak terawat
dan tanah tempat Kapelpun dijual. Sejak tahun 1925 umat Katholik di
Pangkalpinang dilayani dari Sambong dan misa diadakan sebulan sekali
dengan memakai salah satu ruang di Pengadilan Negeri pada waktu
itu.
Pada bulan Oktober tahun 1928 Mgr Bouma ss.cc membeli
sebidang tanah yang terletak di jalan Jagal Pangkalpinang dan beliau
mulai mendirikan beberapa bangunan untuk keperluan pusat karya
Gereja dan pada bulan Mei tahun 1931 para Pastor pindah dari
Sambong ke Pangkalpinang di Kapel sementara yang diberkati pada
tanggal 24 bulan Mei (letaknya sekarang di kompleks SD Budi Mulia).
Pada tahun 1934 ditugaskan Pastor di Pangkalpinang bernama
Pater Bakker ss.cc, sebagai Pastor pertama, Ia mulai membuka sebuah
sekolah untuk anak putra. Pada bulan April tahun 1934 Bruder-bruder
Budi Mulia yang pertama datang di Bangka dan Pater Bakker ss.cc
menyerahkan pengelolaan sekolah putra kepada Bruder-bruder Budi
Mulia tersebut. Pastor Pater Bakker ss.cc selanjutnya mulai merintis
pembukaan sekolah putri, yang kemudian pada bulan Agustus
tahun 1938 pengelolaannya diserahkannya kepada suster-suster
Pemelihara Ilahi. Pada akhir tahun 1934 tercatat jumlah murid sekolah
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 87
Bruderan ada 60 (enam puluh) orang laki-laki dan sekolah putri Pater
Bakker berjumlah 30 (tiga puluh) orang perempuan.
Pada tanggal 5 Agustus 1934 diberkati gereja baru yang diberi
nama pelindung Santo Yoseph (bangunan gereja ini sekarang sudah
dibongkar, letaknya di pastoran sekarang). Peristiwa penting terjadi di
gereja ini pada tanggal 25 April 1935 ketika ditasbihkan sebagai Imam
seorang putera Bangka yaitu Pastor Johannes Boen Thiam Kiat. Pastor
Boen ini adalah Pastor Projo pertama di Keuskupan Pangkalpinang dan
juga Pastor Projo pertama Indonesia. (Nama Pastor Boen kemudian
diabadikan di Balai Pertemuan Paroki Pangkalpinang dengan nama
Balai Mario Jhon Boen).
Pada tahun 1934 Pemerintah Belanda menjadikan
Pangkalpinang pusat perawatan orang tua/jompo bekas buruh-buruh
tambang timah dari cina, dan tempat perawatan orang tua lainnya
yang tersebar diseluruh Bangka ditutup. Pemerintah Belanda
menyerahkan kepada Gereja Katholik untuk mengelola tempat ini
(letaknya di Jalan Sungai Selan km 3,5) dan Bruder-bruder Budi Mulia
mulai mengelola tempat ini hingga sekarang dan dikenal dengan nama
Longinbuk (rumah bagi orang tua). Pada tahun 1935 para bruder mulai
membangun gedung Novisiat (tempat pendidikan calon Biarawan/
Bruder), salah satu Bruder pertama yang dididik di sini adalah Bruder
Angelus Manopo, yang cukup lama berkarya di Bangka, untuk
membiayai perawatan orang orang tua, para bruder Budi Mulia
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 88
memelihara sapi perah yang susunya dijual kepada masyarakat umum.
Peternakan sapi perah ini sekita tahun 1980 ditutup karena dinilai tidak
ekonomis lagi.
Pada tahun 1972 Mrg. Bouma ss.cc, pimpinan gereja Katholik
Bangka, Belitung dan Riau membeli sebidang tanah dan sebuah rumah
kecil di Kampung Jelutung, di atas tanah ini kemudian dibangun
susteran dan sekolah, yang sekarang dikenal dengan nama SD/SMP
Theresia. Para Pastor pindah dari kompleks gereja ke rumah kecil itu
yang menjadi pastoran dan rumah uskup (sekarang menjadi kantor
bidang Pendidikan Yayasan Tunas Karya), sedangkan pastoran lama
disamping gereja di jalan Jagal menjadi biara suster serta novisiat
(sampai tahun 1972).
Perang Dunia Kedua membawa dampak yang sangat buruk bagi
perkembangan Gereja di Pangkalpinang pada bulan Februari
tahun 1942 serdadu Jepang mulai masuk ke Bangka, Pada tanggal
10 April 1942 Mgr. Bouma ss.cc, para Imam dan bruder berkebangsaan
Belanda ditahan Jepang dan dimasukkan di kamp tahanan di
Pangkalpinang, selanjutnya pada bulan Mei tahun 1944 mereka
dipindahkan ke kamp Mentok dan pada bulan Maret tahun 1945
dipindahkan ke Belalau, Lubuk Linggau. Untuk perawatan umat
Katholik di Pangkalpinang dan Bangka Belitung dilakukan oleh Pastor
Boen dan Bruder Angelus Manopo dan ini berlangsung sampai
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 89
takluknya Jepang dan kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun
1945.
Pimpinan gereja katholik Bangka Belitung Riau, Mgr Bouma
ss.cc meninggal di kamp tahanan Belalau, Lubuk Linggau pada tanggal
19 April 1945. Dari 11 misionaris yang masuk tahanan hanya 3 yang
masih hidup waktu dibebaskan, dan dari 15 bruder Budi Mulia yang
ditahan hanya 8 (delapan) orang yang masih bertahan hidup. Pada
awal tahun 1950 tulang belulang para misionaris yang meninggal di
kamp tawanan Jepang ini dikumpulkan dan dimakamkan lagi di
kompleks bruderan Budi Mulia di Jalan Sungai Selan.
Geliat karya gerejani dimulai lagi setelah perang Dunia Kedua.
Pada bulan April tahun 1946 para bruder Budi Mulia mulai membuka
kembali sekolah-sekolah demikian pula dengan rumah perawatan
orang tua mulai diurus kembali. Untuk menggantikan Mgr. Bouma yang
meninggal di kamp tawanan, diangkatlah Pastor Van Soest ss.cc
(Prefek Apostolik), yang tiba di Bangka pada tanggal 30 Nopember
1946, dan pada tanggal 8 Februari 1951 Prefektur Apostolik Bangka,
Belitung dan Riau diubah statusnya menjadi Vikariat pada tanggal
20 Mei 1951 dan Mrg Van Der Westen ss.cc ditahbiskan sebagai Uskup
di Pangkalpinang, upacara berlangsung meriah di Pendopo SD Budi
Mulia. Pada tanggal 3 Januari 1961 didirikan Hirarki Gereja Katolik di
Indonesia, Vikariat Apostolik Pangkalpinang diubah statusnya menjadi
Keuskupan Pangkalpinang dan Mgr Gabriel Van Der Westen
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 90
ss.cc diangkat menjadi Uskup pertama Pangkalpinang. Peresmian
Mrg Van Der Westen ss.cc menjadi uskup Pangkalpinang dilakukan di
Kathedral Santo Yosep pada tanggal 17 September 1961, wilayah
Keuskupan Pangkalpinang meliputi Pulau Bangka, Belitung dan
Kepulauan Riau. Mgr Van Der Westen ss.cc menjadi Uskup Keuskupan
Pangkalpinang sampai awal tahun 1979 dan karena kesehatannya
terganggu, beliau mengundurkan diri kepada Sri Paus. Mgr Van Der
Westen kembali ke negeri Belanda pada bulan Maret tahun 1979 dan
Sri Paus kemudian mengangkat Pastor Rudolf Reichenbach ss.cc,
sebagai Administrator Apostolik (pejabat sementara pimpinan gereja
setempat). Mrg Rudolf Reichenbach ss.cc menjabat Administrator
Apostolik sampai ditunjuknya Uskup baru Pangkalpinang. Pada bulan
Mei tahun 1987 Sri Paus menunjuk Mgr Hilarius Moa Nurak Svd sebagai
Uskup Pangkalpinang yang baru dan upacara pentasbihannya
dilakukan di Pangkalpinang pada tanggal 2 Agustus 1987. Mgr Hilarius
Moa Nurak Svd sampai sekarang menjadi pimpinan Gereja setempat
(Keuskupan) Pangkalpinang yang wilayahnya meliputi 2 Propinsi yaitu
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Propinsi Kepulauan Riau.
Sebagai bukti perkembangan dan pusat agama Katholik di
Pangkalpinang terdapat sebuah Kathedral yaitu gereja induk di suatu
keuskupan, dan letaknya dekat tempat kediaman Uskup, untuk
Keuskupan Pangkalpinang gereja Katedral nya adalah Gereja Santo
Yosep yang terletak di jalan Gereja (dulu disebut jalan Jagal)
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 91
Pangkalpinang. Ciri sebuah Katedral adalah adanya “Cathedra” (tahta),
tempat seorang Uskup duduk memimpin perayaan Ekaristi (Misa
Kudus) dan berkhotbah dalam suatu upacara resmi yang meriah.
Gereja Katedral Pangkalpinang dibangun pada tahun 1958 dan dapat
memuat sekitar 600 umat. Keuskupan dibagi atas wilayah atau bagian
yang disebut Paroki dan dipimpin oleh seorang Pastor Paroki dan
dibantu oleh satu atau beberapa Pastor pembantu. Yang mengangkat
Pastor Paroki adalah Uskup selaku pimpinan gereja setempat. Paroki
Pangkalpinang wilayahnya meliputi seluruh daerah Kota Pangkalpinang
dan beberapa bagian wilayah di sekitarnya, termasuk Kecamatan
Pangkalan Baru dan Merawang, dan terdiri atas stasi yaitu Stasi
Kampung Jeruk, Mesu Laut, Pangkul dan Baturusa. Pada tahun 1999,
di bangun pastoran kathedral karena pastoran lama sudah dibongkar
dan telah ditinggal para pastor sejak tahun 1972, sewaktu para Pastor
pindah dari pastoran Jalan Kampung Jelutung. Pada tanggal
10 Februari 1991 Wisma Uskup Pangkalpinang diresmikan, letaknya di
Jl. Stasiun XXI No. 545 A Semabung Lama, Pangkalpinang. Pada
halaman belakang Wisma Keuskupan ini ada sebuah tempat ziarah
umat Katholik yaitu Gua Maria “Yung Fo”, yang didatangi tidak hanya
oleh umat Katholik Pangkalpinang tetapi juga oleh umat dari luar Pulau
Bangka terutama Jakarta, Bandung dan daerah lainnya terutama di
bulan ziarah umat Katolik untuk menghormati Bunda Maria yaitu pada
bulan Mei dan Oktober.

PERKEMBANGAN AGAMA PROTESTAN


Perkembangan Agama Protestan di Pangkalpinang seiring
dengan pendirian Gereja GPIB (GEREJA PROTESTAN di INDONESIA
bagian BARAT), yang berkedudukan di Jakarta dengan alamat Majelis
Sinode GPIB Jalan Medan Merdeka Timur nomor 10 Jakarta. Untuk
peribadatan pemeluk agama Protestan di Pangkalpinang di bangunlah
gereja yang selanjutnya disebut GPIB Jemaat “Maranatha” yang
berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman No. 1 Pangkalpinang. Gereja ini
merupakan salah satu dari 8 (delapan) Jemaat GPIB yang ada di
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, 6 (enam) Jemaat berada di Pulau
Bangka dan 2 (dua) Jemaat berada di Pulau Belitung.
Gedung Gereja “Maranatha” Pangkalpinang memiliki ciri khas
yang unik dan menarik karena adanya menara jam yang besar serta
dibangun bersama Pastorinya (Rumah Pendeta). Bangunan ini terletak
di areal tanah seluas 1567 m2 dan dibangun oleh oleh Pemerintah
Hindia Belanda sekitar tahun 1927 dengan nama Kerkeraad Der
Protestansche Gemeente to Pangkalpinang. Setelah masa
kemerdekaan, melalui Indische Kerk (GPI) nama gereja diubah
menjadi GPIB “Maranatha” di Pangkalpinang.
Pada tanggal 23 Januari 1955 Jemaat yang berasal dari Batak
mendirikan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Peresmian ini
dilakukan oleh Pendeta A. Pardede, Pagaran HKBP Palembang.
Masyarakat yang berasal dari suku Batak banyak yang datang ke
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 93
Pangkalpinang dan berprofesi sebagai karyawan Timah dan menjadi
guru. Pada waktu peresmian itu, juga sekaligus di lantik wakil guru
Huria St. H. Hutabarat dengan 2 (dua) orang Sintua, yaitu St. BM.
Siregar dan St. J. Sihombing, dengan jumlah jemaat sebanyak
17 (tujuh belas) Kepala keluarga sedangkan acara kebaktian tetap
dilaksanakan di GPIB Maranatha hingga diresmikannya Gereja HKBP
pada tanggal 31 Juli 1960.
Sepanjang usianya, gedung Gereja ini telah mengalami
pengembangan (perluasan), pada tahun 1973 dilakukan penambahan
teras ke depan dan perpanjangan ruang Gereja ke belakang,
selanjutnya pada tahun 1981 dilakukan perluasan ke samping kiri,
kanan dan belakang Gereja dengan tetap memelihara ciri khasnya
sebagai Gereja Menara Jam. Luas keseluruhan gedung gereja sekarang
adalah 380,80 m2, dan dapat menampung jemaat sekitar 200 (dua
ratus) orang. Pemerintah Belanda menempatkan Pendeta untuk
melayani, mengurus Jemaat GPIB “Maranatha” Pangkalpinang adalah
Pendeta J.N. Beiger, Pendeta Oranje, Pendeta Lawalata, Penatua
Pasalbessy, Pendeta Siswabessy, Pendeta Kaihatu dan setelah
kemerdekaan berturut turut yang menjadi pendeta adalah Pendeta
Z. Pattinama (tahun 1957-1973), Pendeta F.J. Latumaerissa (tahun
1973-1983), Pendeta P.E. Linggar (tahun 1983-1987), Pendeta
B. Simon Binadji, B.Th. (tahun 1987-1993), Pendeta L. Tiwow, S.Th.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 94
(tahun 1994-1995), Pendeta M.S. Kapoh, S.Th. (tahun 1996-1999) dan
Pendeta P. Lumban Gaol, S.Th. (tahun 1999 sampai sekarang).
Kegiatan Pelayanan yang dilakukan oleh GPIB “Maranatha”
Pangkalpinang sekarang ini adalah Ibadah umum setiap hari Minggu
pukul 09.00, Ibadah PA/PT (sekolah Minggu dan Remaja) setiap hari
Minggu di Gereja pukul 07.00 WIB, Ibadah keluarga setiap hari Rabu
pukul 17.30 WIB, bertempat di rumah warga secara bergiliran, Ibadah
PW (Persatuan Wanita) setiap hari Jum’at pukul 16.30, bertempat di
Gereja atau di rumah anggota PW secara bergiliran, Ibadah
GP (Gerakan Pemuda) setiap hari Sabtu pukul 18.30 WIB di Gereja
atau di rumah anggota GP secara bergantian, Ibadah PKB
(Persekutuan Kaum Bapak) sekali dalam sebulan, pada hari Sabtu
pukul 19.00 WIB, yang dilaksanakan di rumah anggota PKB secara
bergantian

PAHLAWAN 12


Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945 dibentuklah TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan Maklumat
Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945. Pembentukan TKR ini dilakukan
mengingat keadaan negara dalam keadaan genting dan berbahaya
karena pendaratan tentara sekutu yang di dalamnya membonceng
tentara NICA, masalah perlucutan senjata tentara Jepang, pembebasan
tawanan perang atau interniran sekutu dan terjadinya kontak kontak
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 95
senjata antara pihak Republik dan sekutu di berbagai daerah karena
melihat upaya upaya tentara sekutu yang ingin menyerahkan kembali
Indonesia kepada Pemerintah Belanda. Di seluruh wilayah RI termasuk
Pangkalpinang dibentuklah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang
kemudian pada tanggal 25 Januari 1946 diubah namanya menjadi
Tentara Rakyat Indonesi (TRI).
Pada tanggal 12 Februari 1946 tentara Belanda/ NICA mendarat di
Pelabuhan Mentok. Tentara Belanda datang ke Pulau Bangka membonceng
tentara sekutu yang datang dari Singapura dengan kapal Perang Rahsand.
Pasukan Belanda ini dipimpin oleh seorang pewira menengah bernama
Berlein. Mereka langsung menguasai Mentok dan menurunkan bendera Merah
Putih yang kemudian diganti dengan bendera Merah Putih Biru milik kerjaan
Belanda. Tentara Belanda selanjutnya bergerak menuju Pangkalpinang.
Rencana kedatangan tentara Belanda tersebut diketahui oleh pasukan TRI di
Pangkalpinang dan markas besar TRI di Pangkalpinang berkordinasi dengan
TRI yang berada di Kompi Belinyu untuk menghadang pasukan Belanda.
Sekitar pukul 06.00 WIB tanggal 12 Februari 1946 Mayor H. Muhidin
memerintahkan Kompi TRI Belinyu beserta pasukan berani matinya yang
dipimpin Kapten Saman Idris dan sersan Mayor Usman Ambon untuk segera
menghadang pasukan Belanda yang sudah ada dikawasan Petaling.
Pertempuran pun terjadi di kawasan Bukit Mat Andil KM 12 Petaling. Dari
atas Bukit Mat Andil pasukan TRI mendengar suara kendaraan atau truk yang
akan menuju Pangkalpinang, kendaraan kendaraan ini adalah konvoi pasukan
Belanda/NICA. Satu demi satu truk yang penuh berisi tentara Belanda/NICA
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 96
itu bermunculan, diantara tentaranya banyak yang tidak mengenakan baju
karena telah bekerja keras membuang rintangan-rintangan berupa pohon kayu
yang ditebang oleh masyarakat di sepanjang jalan sebagai rintangan bagi
mereka untuk melanjutkan perjalanan ke Pangkalpinang. Pasukan Kompi TRI
Belinyu dengan pasukan berani mati sudah dalam posisi siap tempur tinggal
menungu komando dari Kapten Saman Idris dan Sersan Mayor Usman
Ambon. Tembak menembak pasukan terjadi sekitar pukul 11.00 WIB hingga
pukul 12.30 WIB pada hari Senin tanggal 12 Februari 1946. Karena tidak
mempunyai kekuatan yang seimbang dengan pasukan Belanda/Nica, maka
pasukan TRI memutuskan untuk mengundurkan diri dari daerah pertempuran.
Akhirnya tentara Belanda/NICA berhasil melumpuhkan pasukan Kompi TRI
Belinyu. Mereka bebas menaiki Bukit Mat Andil tanpa rintangan. Di atas bukit
mereka menembak membabi-buta. Pasukan TRI yang meninggal dalam
pertempuran itu adalah Suardi Marsam, Abdul Somad Tholib, Adam Cholik,
Salim Adok, Sulaiman Saimin, Abdul Majid Gambang, Karto Saleh, Komar,
Ali Samid, Apip Adi, Saman Samin dan Jamher, karena yang gugur sebagai
kusuma bangsa berjumlah 12 orang maka disebut sebagai Pahlawan 12.

PERIGI PEKASEM


Setelah pertempuran di Bukit Mat Andil, tentara Belanda
langsung masuk ke Pangkalpinang dengan tujuan untuk melucuti sisasisa
Tentara Jepang, dan membebaskan serta mengurus Tawanan
Perang atau Interniran. Tentara Belanda (NICA) bersama dengan
Tentara sekutu (AFNEI) juga mencari tempat-tempat persembunyian
TRI di Pangkalpinang dan sekitarnya, yang pada waktu itu bermarkas
di daerah Titir Rengas – Kampung Cengkong Abang – Desa Air Duren
dan di Hutan Arang, Air kepala Tujuh – Tuatunu (antara bukit, bulur
air, air kepala tujuh). Begitu mencekamnya peristiwa pada masa itu,
menyebabkan banyak masyarakat Tuatunu yang mengungsi ke
kebun/hutan disekitarnya, sementara TRI yang bermarkas di Tuatunu
(hutan arang) bersiaga penuh, dan TRI mencurigai setiap gerak gerik
dan orang yang datang ke Tuatunu, baik laki-laki maupun perempuan
sebagai mata-mata Belanda dan mereka di bunuh. Tidak diketahui
dengan pasti berapa jumlah persisnya namun berkisar antara
10 (sepuluh) sampai dengan 15 (lima belas) orang. Lokasi
pembantaiannya terletak di Gang Air Dalam, sekarang sudah menjadi
rumah dan warung, posisinya dipinggir jalan berseberangan dengan
tempat pemandian orang Tuatunu sekarang. Mayat-mayat orang yang
dibunuh tersebut dimasukkan ke dalam sumur penduduk yang sudah
ditinggalkan penghuninya. Sumur inilah yang sekarang oleh
masyarakat Tuatunu disebut dengan Perigi Pekasem. Sumur dengan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 98
diameter (lingkarannya) 1,5 m dan dengan kedalaman sekitar
20 meter. Diantara mayat-mayat yang dicebur ke dalam Perigi tersebut
ada seorang yang berjenis kelamin perempuan. Saksi hidup pada
peristiwa itu mengatakan perempuan itu berasal dari Banten tidak
mempan senjata tajam dan senjata api, para TRI menyemplungkan
hidup-hidup wanita itu kedalam sumur dengan di timbun batu besar,
konon selama lima hari lima malam perempuan tersebut baru menemui
ajalnya. Tulang belulang dari mayat yang terkubur di sumur ini sampai
sekarang masih tersimpan di dalam sumur. Kondisi sumurnya sekarang
sudah tidak berair dan tanah serta pasir longsor hampir menutupi
kedalaman sumur. Letak Perigi Pekasem berjarak sekitar 300 m dari
Masjid Al - Mukarrom, di depan pekuburan lama Tuatunu. Dahulu
sekitar tahun 1930–an letak Perigi Pekasem adalah di daerah
perkampungan (kampung dalam) yang mayoritas penduduknya
beragama Islam (berpaham/cendrung kepada Muhammadiyah). Perigi
tersebut dibuat oleh H. Nur penduduk yang ada di perkampungan
tersebut. Di luar kampung dalam yang ada disekitar Desa Tuatunu,
cendrung pada paham lama (Nahdhatul Ulama).
Antara tahun 1938 – 1939 terjadi pertentangan paham agama,
kaum baru dan kaum lama namun tidak menimbulkan bentrokan
secara fisik. Dalam tahun itu juga seluruh penduduk yang ada di
kampung dalam meninggalkan rumahnya masing-masing dengan
membawa seluruh perabotan rumah tangganya menuju daerah
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 99
perkampungan dekat Masjid Jamik Pangkalpinang dan daerah
Kampung Dalam yang sekarang adalah berasal dari Kampung Dalam di
Tuatunu.
B. KONFERENSI PANGKALPINANG
Usia kota Pangkalpinang tergolong muda kalau dilihat dari aspek
pemerintahan, akan tetapi sebagai kota sejarah, khususnya sejarah
perlawanan rakyat menentang Kolonialisme Belanda dan pergerakan
kebangsaan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan, kota
ini memiliki nilai historis yang sangat penting. Ada dua peristiwa
sejarah pergerakan kemerdekaan yang terjadi di Pangkalpinang yang
merupakan bagian dari sejarah nasional dan dapat dijadikan sebagai
simpul perekat keindonesiaan yang perlu diteliti dan ditulis sejarahnya
secara utuh dan lengkap sebagai bagian dari Sejarah Nasional yaitu
tentang Konferensi Pangkalpinang dan Pengasingan Pemimpin Republik
ke Bangka.
Perlawanan rakyat menentang penindasan Inggris dan Belanda
di Bangka merupakan perlawanan tertua di Nusantara, perlawanan ini
dilakukan karena pemerintah Hindia Belanda ingin memonopoli
perdagangan khususnya timah dengan dalih ingin menghapuskan
Sistem Timah Tiban yang berlaku sejak Bangka di bawah kekuasaan
Kesultanan Palembang Darussalam. Perlawanan dimulai oleh Demang
Singayudha di Kotaberingin dan Batin Tikal di Gudang, Perlawanan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 100
Rakyat Bangkakota pada bulan Mei tahun 1819, Perlawanan Depati
Bahrin tahun 1820-1828 dan Perlawanan Depati Amir tahun 1848-
1851. Setelah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 setidaknya
ada dua kegiatan bersejarah tentang pergerakan kebangsaan yang
terjadi di Kota Pangkalpinang, yang pertama yaitu pada tanggal 1 - 12
Oktober 1946, dilaksanakan Konferensi Pangkalpinang. Konferensi ini
merupakan kelanjutan Konferensi Federal Malino Sulawesi Selatan
tanggal 15 - 25 Juli 1946. Dipilihnya Pangkalpinang sebagai tuan
rumah karena Belanda ingin menjadikan daerah daerah di luar Jawa
dan Sumatera sebagai basis kekuatannya. Konferensi ini bertujuan
untuk penyatuan pendapat antara golongan - golongan minoritas
(Eropa, Arab China dan India). Konferensi ini kurang disambut antusias
masyarakat dan disertai dengan ketidak jelasan sikap etnis Cina yang
tinggal di Bangka, hal ini dikarenakan keseganan mereka terhadap
perjuangan kaum republik dan traumanya orang Cina di Bangka
terhadap perlakuan dan kekerasan pemerintah Belanda terhadap
pemberontakan Cina di Jawa. Dari sisi Politis delegasi etnis Cina tidak
memberikan usul yang berarti, mereka hanya mengusulkan tentang
bantuan dan subsidi pendidikan terhadap sekolah Tionghoa (THHK),
perbaikan pelayanan kesehatan, dan perbaikan sistem perdagangan.
Kaum Republiken sangat menentang konferensi ini karena merupakan
strategi dan upaya Van Mook untuk membentuk negara Federal
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 101
Bangka Belitung dan Riau dalam negara Indonesia Serikat yang
merupakan Uni Indonesia Belanda.
Setelah perundingan Linggajati tanggal 10 November 1946
yang salah satu isi butirnya adalah Republik Indonesia Serikat dan
Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda
selaku ketuanya. Dalam rangka membentuk Negara Indonesia Serikat
tersebut, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Bangka Raad (Dewan
Bangka Sementara) dengan Surat Keputusan tanggal 10 Desember
1946 Nomor 8 ( STBL. 1946 Nomor 38 ) yang ditandatangani oleh
Guvernemen General Nederlanshe Indie. Keputusan ini menjadikan
Pulau Bangka suatu daerah otonom. Dewan Bangka sementara ini
merupakan lembaga pemerintah tertinggi di bidang otonomi, sebagai
ketuanya diangkatlah Masyarif Datuk Bendaharo Lelo yang didampingi
sekretaris yaitu Saleh Achmad. Dewan ini beranggotakan 25 (dua
puluh lima) orang yang terdiri dari 14 (empat belas) orang Indonesia,
9 (sembilan) orang Tionghoa serta 2 (dua) orang bangsa Belanda. Dari
14 (empat belas) anggota orang Indonesia 13 (tiga belas) orang dipilih
dan 1(satu) orang diangkat oleh Residen, kemudian dari 9 (sembilan)
anggota orang Tionghoa 8 (delapan) orang dipilih dan 1 (satu) orang
diangkat oleh Residen. Dari 2 (dua) anggota orang bangsa Belanda,
1 (satu) orang diangkat Masyarakat dan 1 (satu) orang diangkat oleh
Residen. Kemudian dengan Surat Keputusan Lt. Guverneur General
Nederlandshe Indie tanggal 12 Juli 1947 Nomor 7 ( STBL. 1947
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 102
Nomor 123 ) Dewan Bangka Sementara ditetapkan sebagai Dewan
Bangka dan ketuanya tetap dipegang oleh Masyarif Datuk Bendaharo
Lelo. Setelah pelaksanaan Konferensi Pangkalpinang diadakan
Konferensi Denpasar tanggal 24 Desember 1946 yang melahirkan
negara Indonesia Timur. Upaya Belanda untuk membentuk negara
negara federal terus diupayakan, dalam bulan Januari tahun 1948
dengan Surat Keputusan Lt. Guverneur General Nederlandshe Indie
Nomor 4 (STBL. 1948 Nomor 123) tanggal 23 Januari 1948 Dewan
Bangka, Dewan Belitung dan Dewan Riau bergabung menjadi BABIRI
yang kemudian akan dijadikan salah satu Negara Federal dalam Uni
Indonesia Belanda. Kemudian pada tanggal 29 Mei 1948 dilaksanakan
Konferensi Bandung yang diikuti oleh tiga orang utusan dari Bangka
yaitu Masyarif Datuk Bendaharo Lelo, Se Siong Men, dan Joesoef
Rasidi, Konferensi Bandung ini menyepakati berdirinya BFO
(Bijeenkomst Voor Federal Overleg) yaitu sebuah Badan
Permusyawaratan Federal yang beranggotakan wakil wakil dari Negara
Federal bentukan Belanda dan diharapkan juga nantinya Republik
Indonesia juga ikut bergabung di dalamnya. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa Konferensi ini berhasil membentuk BFO dan gagal
mempengaruhi kaum republik dan rakyat untuk mendirikan negara
Bangka Belitung dan Riau, karena semangat Nasionalisme dan
patriotisme masyarakat Bangka khususnya warga Pangkalpinang.

PANGKALPINANG KOTA PANGKAL KEMENANGAN


Peristiwa sejarah pergerakan kedua yang terjdi di Bangka
adalah pengasingan pemimpin pemimpin republik. Pada tanggal 19
Desember 1948 Ibukota Republik Indonesia di Yogjakarta diduduki
Belanda melalui Agresi Militer ( sejak tahun 1946 Ibukota Republik
Indonesia Pindah dari Jakarta ke Yogjakarta). Istana kepresidenan di
kepung oleh pasukan belanda di bawah pimpinan Kolonel Van Langen.
Karena kecilnya jumlah pasukan pengawal Presiden maka mereka oleh
Presiden Soekarno diperintahkan untuk menyerah. Para pemimpin
Republik beserta sekitar 150 (seratus lima puluh) orang menjadi
tahanan rumah di dalam istana kepresidenan di Yogjakarta selama tiga
hari. Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel Van
Langen memerintahkan para Pemimpin Republik untuk berangkat ke
Pelabuhan Udara Yogjakarta untuk diterbangkan tanpa tujuan yang
jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom
B-25 milik angkatan udara Belanda tidak satupun yang tahu arah
tujuan pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka surat
perintah di dalam pesawat akan tetapi tidak disampaikan kepada para
Pemimpin Republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung
Dul Pangkalpinang ( sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin
republik baru mengetahui bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka,
akan tetapi Rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 104
Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan,
Sumatera Utara, untuk kemudian diasingkan ke Brastagi dan Parapat.
Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf
Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo
(Sekretaris Negara) diturunkan di Kampung Dul Pangkalpinang dan
terus dibawa ke Gunung Menumbing Mentok dengan dikawal truk
bermuatan tentara Belanda.
Pada tanggal 5 Februari 1949 Presiden Pertama RI Bung Karno
dan Haji Agus Salim (Menteri Luar Negeri) tiba di pelabuhan
Pangkalbalam dari pengasingan di Parapat dengan pesawat Catalina
untuk bergabung dengan pemimpin pemimpin republik lainnya yang
telah diasingkan lebih dulu di Menumbing. Kedatangan Bung Karno
disambut dengan antusias masyarakat Pangkalpinang, mereka menaiki
bagian depan Mobil BN 2 dan disepanjang jalan dielu-elukan
masyarakat dengan pekik Merdeka. Kedatangan Bung Karno
memberikan dorongan moril yang sangat besar bagi pejuang pejuang
pro Republik di Bangka, untuk mempertahankan dan merebut kembali
kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalau dipelajari
sesungguhnya pada saat itu pusat pemerintahan Republik Indonesia
berada di Bangka, sebab dalam kenyataannya, MR Syafrudin
Prawiranegara yang menerima mandat membetuk PDRI (Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia) di sumatera tidak menjalankan mandatnya
karena pemimpin pemimpin republik (hampir separuhnya) berada di
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 105
Bangka. Pada keesokannya datang pula beberapa tokoh seperti
dr. Darma Setiawan, Prof. Soepomo, dan dr. J Leimena, selain itu
datang juga tiga orang tokoh BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg),
Mr. Soejono, Anak Agung Gde Agung, dan dr. Ateng, mereka datang
untuk merundingkan bentuk negara Indonesia dimasa depan. Awalnya
perundingan perundingan dilaksanakan di Menumbing, kemudian
perundingan dipindahkan ke Pangkalpinang (lokasinya Sekarang
dijadikan Museum Timah Indonesia) karena peserta perundingan
bertambah dengan hadirnya pejabat dari KTN (Komisi Tiga Negara).
Selesai pelaksanaan perundingan para Pemimpin Republik tidak
langsung pulang akan tetapi menginap di rumah tersebut (Sekarang
dijadikan Museum Timah Indonesia), rumah terdiri atas lima kamar,
satu kamar besar digunakan untuk berunding dan empat kamar lainnya
digunakan untuk kamar tidur. Pada malam harinya para pemimpin
diundang oleh Ketua Dewan Bangka Masjarif Datuk Bendaharo Lelo
dan Demang Kepala Pangkalpinang Sidi Menek. Kedatangan para
pemimpin ke Pangkalpinangpun dimanfaatkan oleh masyarakat
Pangkalpinang untuk berkunjung walaupun hanya sekedar bersalaman.
Pemimpin yang paling lama tinggal di rumah ini adalah Bapak TNI
Angkatan Udara kita RS. Soerjadarma, orang Pangkalpinang sangat
menghormatinya. Melalui beberapa kali perundingan atau Diplomasi di
Pangkalpinang lahirlah Konferensi Roem Royen atau Roem-Royen
Statement tanggal 7 Mei 1949 yang salah satu isinya bahwa
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 106
pemerintah Belanda menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik
Indonesia ke Jogjakarta. Pada tanggal 6 Juli 1949 Presiden Soekarno
dan Rombongan kembali ke Yogjakarta pada saat ini Bung Karno
mengatakan bahwa “Dari Pangkalpinang pangkal kemenangan bagi
perjuangan”. Akhir dari perjuangan diplomasi dan fhisik tersebut pada
tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag dalam Konferensi Meja
Bundar, ditandatangani pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh
Pemerintah Belanda.
Pengasingan dan Pembuangan adalah cara yang dilakukan oleh
Belanda untuk mengakhiri perlawanan dan menjauhkan pengaruh
pemimpin terhadap rakyatnya, hak istimewa untuk mengasingkan dan
membuang para pejuang disebut dengan EXORBITANTE RECHTEN.
Cara Kolonial ini ternyata sangat efektif untuk menumpas perlawanan
rakyat di berbagai kerajaan kerajaan tradisional di daerah seperti
perlawanan yang dipimpin Diponegoro, Imam Bonjol, Cut Nyak Dhien,
Depati Amir dan pemimpin lainnya. Akan tetapi pengasingan dan
pembuangan yang dilakukan terhadap para pemimpin Republik tidak
membawa hasil bagi Belanda karena strategi dan taktik perjuangan
yang dilakukan bangsa Indonesia sudah diubah, disamping melakukan
perlawanan fhisik dilakukan juga perlawanan melalui Diplomasi atau
perundingan yang jauh lebih efektif. Untuk pelurusan Sejarah,
anggapan bahwa peristiwa sejarah yang terjadi di luar Jawa adalah
Little Historical Events (Peristiwa sejarah yang kecil), sedangkan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 107
peristiwa sejarah yang terjadi di Jawa adalah Great Historical Events
(Peristiwa sejarah yang besar) harus segera dihilangkan. Memang tidak
semua peristiwa sejarah di daerah dapat di Indonesiakan, namun
untuk merajut simpul simpul ke Indonesiaan peranan sejarah di daerah
harus tetap diperhatikan.
Sebagai wujud dari rasa syukur Rakyat Bangka terhadap jerih
payah perjuangan pergerakan kemerdekaan, dibangunlah tugu
pergerakan kemerdekaan. Tugu Pergerakan Kemerdekaan terletak di
dalam areal Tamansari (Taman Wilhemmina), bersebelahan dengan
Rumah Residen (Rumah Dinas Walikota Pangkalpinang). Tugu Merdeka
dibuat untuk mengenang perjuangan rakyat Bangka melawan
penjajahan Belanda. Berdasarkan tulisan pada prasasti di tugu tertulis
“Surat kuasa kembalinya ibukota Republik Indonesia ke Jogyakarta,
diserahterimakan oleh Ir. Soekarno kepada Sri Sultan
Homengkubuwono IX – Media Juni 1949”. (Prasasti yang terdapat di
Tugu Pergerakan kemerdekaan Tamansari hilang tidak diketahui
rimbanya). Menurut catatan sejarah Tugu Merdeka Tamansari
diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1949 oleh Wakil Presiden RI
Drs. Mohammad Hatta.
Tugu tersebut di bangun dengan Arsitektur yang unik dan
menarik terdiri atas 3 bagian, pada bagian bawah berbentuk Punden
berundak undak berbentuk segi delapan dengan undakan sebanyak
17 (tujuh belas) undakan, yang memiliki makna, 17 (tujuh belas)
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 108
undakan, berarti tanggal 17 saat diresmikannya Tugu Pergerakan
Kemerdekaan, dan Undak-undak bersegi delapan diartikan sebagai
bulan delapan atau bulan Agustus saat diresmikannya Tugu
Pergerakan Kemerdekaan. 17 (tujuh belas) Undakan ditambah 1 (satu)
Yoni dan 1 (satu) Lingga berjumlah 19 (sembilan belas) kemudian
Jumlah undak undak dikalikan panjangnya tiap tiap lingkar segi
delapan berjumlah 49 meter, dapat diartikan Tugu Perjuangan
Kemerdekaan dibuat pada tahun 1949. Bagian tengah tugu berbentuk
Yoni sedangkan bagian atas berbentuk Lingga dengan ukuran yang
simetris sehingga tampak serasi. Tinggi keseluruhan mulai dari undak
terbawah sampai puncak Lingga setinggi 7,65 m, terdiri dari tinggi
undak dan yoni 1,65 m dan tinggi lingga 1,65 m dan tinggi Yoni
4,35 m, dengan luas areal Tugu seluas 168 m2, secara geografis tugu
ini di sebelah Utara berbatasan dengan Jl. Ican Saleh, di sebelah
Selatan berbatasan dengan Lapangan Merdeka, dan di sebelah Barat
berbatasan dengan Jl. Kartini, dan sebelah Timur berbatas dengan
Rumah Dinas Walikota atau rumah Residen.
D. SEJARAH PEMERINTAHAN
Setelah ditandatangani Konstitusi Republik Indonesia Serikat
(RIS) pada tanggal 14 Desember 1949 dan berdasarkan konstitusi ini
Negara berbentuk Federasi dan meliputi seluruh daerah Indonesia,
yaitu daerah bersama meliputi Daerah daerah seperti; Jawa tengah

Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 109

Bangka, Belitung, Riau, Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Dayak
Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur
merupakan satuan satuan kenegaraan yang tegak sendiri disamping
Negara Republik Indonesia Kemudian Negara negara Federal bentukan
Belanda serta daerah daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah
daerah bagian.
Pada tanggal 22 April 1950 diangkatlah R. Soemardjo sebagai
Residen Bangka, Pulau Bangka ditetapkan menjadi Kabupaten yang
terdiri atas 5 (lima) Kewedanaan dan 13 (tiga belas) Kecamatan.
Kewedanaan tersebut meliputi Bangka Utara yang beribukota di
Belinyu, Kewedanaan Sungailiat yang beribukota di Sungailiat,
Kewedanaan Bangka Tengah beribukota di Pangkalpinang,
Kewedanaan Bangka Barat beribukota di Mentok dan Kewedanaan
Bangka Selatan beribukota di Toboali. Sebagai Bupati Bangka pertama
diangkatlah R. Soekarta Martaatmadja.
Pangkalpinang terus berkembang menjadi kota kecil yang
membentuk suatu pemerintahan kota pada tahun 1956 dengan dasar
pembentukan, Undang undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956 tanggal
14 November 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar
dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan, pada waktu itu
kota hanya memiliki luas 31,7 km2 dengan penduduk berjumlah sekitar
50.000(lima puluh ribu) orang, terdiri atas 2 (dua) Gemeente yaitu
Gemeente Pangkalpinang dan Gemeente Gabek, batas batas
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 110
wilayahnya ditetapkan berdasarkan keputusan DIRECTEUR
BINNENLANDS BESTUUR nomor 2615/BFg tanggal 30 September
1919. Pemerintah Kota kecil Pangkalpinang dilengkapi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota kecil Pangkalpinang yang terdiri dari
10 (sepuluh) orang anggota dan dilengkapi pula dengan Dewan
Pemerintah Daerah Kota kecil yang teridiri dari 3 (tiga) orang anggota
yang dipilih dari anggota DPRD Kota kecil, sedangkan Ketua Dewan
Pemerintah Daerah, Kepala Daerah yang kedudukannya berdasarkan
Undang Undang tetapi tidak merangkap sebagai anggota. Urusanurusan
yang termasuk wewenang Kota kecil pada waktu itu adalah
Pekerjaan Umum, Kesehatan, Kehewanan, Perikanan Darat, Sosial,
Perindustrian Kecil, Agaria, Perburuhan, Penerangan, Pertanian,
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Sebagai Pejabat Walikota
Kota Kecil yang pertama adalah Raden Supardi Suwarjo tahun 1956,
kemudian Ahmad Basirun tahun 1956, Raden Abdullah tahun 1956-
1958 dan Abang Arifin.
Selanjutnya Pangkalpinang berstatus Kotapraja pada tahun 1957
berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tanggal 17 Januari
1957 yang diundangkan sehari kemudian yaitu tanggal 18 Januari 1957
dalam Lembaran Negara Nomor 6 Tahun 1957, Undang undang ini
kemudian di tambah dengan Undang-undang Nomor 6 dan 8 Tahun
1957, Lembaran Negara Nomor 9 dan 50 Tahun 1957 tentang Pokokpokok
Pemerintahan Daerah. Berdasarkan Undang – undang tersebut
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 111
dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II termasuk Kotapraja dalam lingkungan
Daerah Tingkat I Sumatera selatan. Status Kota Kecil Pangkalpinang
berubah menjadi Pemerintah Kotapraja Pangkalpinang. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan minimum 15 (lima belas) orang
dan maksimum 35 (tiga puluh lima) orang. Kotapraja Pangkalpinang
berdasarkan jumlah penduduk pada waktu itu mendapat ketentuan
minimum yaitu 15 (lima belas) orang anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Anggota Dewan Pemerintah Daerah dari semula 3 (tiga) orang
ditetapkan menjadi 5 (lima) orang, mereka dipilih dari anggota DPRD
Kotapraja berdasarkan perimbangan wakil partai pada waktu itu,
sedangkan ketua Dewan Pemerintah Daerah karena jabatannya tetap
dipegang oleh Kepala Daerah. Sebagai Walikota Kotapraja pada saat ini
adalah Raden Hundani tahun 1958-1960, beliau merupakan Walikota
pertama yang dipilih oleh DPRD Kotapraja hasil Pemilu tahun 1955,
kemudian pada tanggal 1 Oktober 1960 diangkatlah M. Saleh
Zainuddin tahun 1960-1967 sebagai Walikota selanjutnya.
Berdasarkan surat DPRD Provinsi Sumatera Selatan tanggal
3 Februari 1957 diserahkan kepada Kotapraja Pangkalpinang, Dinas
Pertanian Rakyat, Dinas Peternakan dan Dinas Perikanan Darat.
Kemudian pada tanggal 24 Juli 1957 diserahkan pula Dinas Kesehatan,
Dinas Perindustrian dan Dinas Pendidikan, Pengajaran dan
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 112
Kebudayaan. Dalam rangka penataan wilayah, wilayah pemerintahan
yang semula terdiri dari 6 (enam) Blok menjadi 12 (dua belas) Blok
yakni masing-masing 6 (enam) Blok berada pada tiap Wilayah
Keasistenan Wedana Kota. Penataan wilayah ini berdasarkan
SK Walikota Kotapraja Pangkalpinang Nomor 17/UD/07/Kepts/1963.
Berdasarkan SK Presiden Nomor Up/10/I/M-220 tanggal
21 Februari 1968. M. Saleh Zainuddin digantikan oleh Drs. Rustam
Effendi (1967-1972) kemudian beliau digantikan oleh H. Masdan, SH
selaku Care Taker Walikota Kotapraja. Di bawah Undang Undang
Nomor 18 Tahun 1965 ditunjuklah 5 (lima) orang anggota Badan
Pemerintah Harian (BPH) sebagai Pembantu Walikotamadya dengan
SK Gubenur Nomor 017/Kpts/1968 yang berasal dari unsur Sekber
Golkar, IPKI, Muhammadiyah, PSII dan NU. Pada saat ini (sampai
bulan Mei tahun 1971 Ibukota Kabupaten Bangka masih berada di
Pangkalpinang hingga keluar Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
1971 tanggal 19 Februari 1971 yang menetapkan Sungailiat sebagai
ibukota Kabupaten Bangka yang peresmiannya dilakukan oleh Presiden
Soeharto pada tanggal 13 Mei 1971 di Sungailiat. Kemudian bekas
kantor Bupati Bangka dijadikan Kantor Pembantu Gubernur Wilayah
Bangka Belitung, sejak Kepulauan Bangka Belitung menjadi provinsi
ke-31, kantor ini dijadikan kantor sementara Gubernur Bangka
Belitung. Selanjutnya jabatan Walikotamadya ketujuh H. Masdan, SH
selaku Care Taker berakhir dan beliau digantikan oleh Roesli Romli
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 113
tahun 1972-1978 dengan SK Menteri Dalam Negeri Nomor
PEMDA/7/7/35-151 tanggal 22 Mei 1973. Pada tanggal 23 Juli 1974
dikeluarkan dan berlaku Undang-undang Nomor 5 tahun 1974,
LN Nomor 38, TLN Nomor 3037 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di
daerah. Karena undang-undang ini menganut Azas Dekonsentrasi dan
Azas Desentralisasi dilaksanakan secara bersama-sama, maka sebutan
Pangkalpinang menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Pangkalpinang,
yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
Pangkalpinang. Walikotamadya adalah sebagai Wakil Pemerintah Pusat
dan Penguasa Tunggal (Administrator Pemerintahan, Pembangunan
dan Kemasyarakatan). Dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
ini Sekretaris Daerah menjadi Sekretaris Kotamadya Daerah Tingkat II
yang tidak lagi merangkap jabatan sebagai Sekretaris DPRD.
Berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Nomor PEM. 7/23/8-450
tanggal 20 Juli 1978 diangkatlah H. Mohammad Arub, SH sebagai
Walikotamadya dan beliau menjabat selama dua Priode tahun 1978-
1983 dan tahun 1983-1988, pada masa ini dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 1984, wilayah Kotamadya Dati II
Pangkalpinang diperluas dari 31,70 km2 menjadi 89,4 km2.. Wilayah
pemerintahan juga ditata ulang dari 2 (dua) Kecamatan menjadi
4 (empat) Kecamatan, 55 (lima puluh lima) Kelurahan dan 3 (tiga)
desa yakni Kecamatan Pangkalbalam dengan 13 (tiga belas) Kelurahan,
Kecamatan Tamansari dengan 21 (dua puluh satu) Kelurahan ditambah

Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 114


1 (satu) desa dari perluasan wilayah, yakni Desa Tuatunu, Kecamatan
Rangkui dengan 13 (tiga belas) Kelurahan dan Kecamatan Bukit Intan
dengan 8 (delapan) Kelurahan dan 2 (dua) desa dari perluasan
wilayah, yakni Desa Bacang dan Desa Air Itam.
H. Mohammad Arub, SH, pada tahun 1988 digantikan oleh
Bapak H. Rosman Djohan tahun 1988-1993 sebagai Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II Pangkalpinang, beliau kemudian digantikan
oleh Drs. H. Sofyan Rebuin, MM, yang menjabat selama 2 periode
tahun 1993-1998 dan tahun 1998-2003, pada masa kepimpinan beliau
terjadi krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi dan krisis
ini menjadi pemicu terjadinya suksesi Kepemimpinan Nasional dan
berakhir Era Orde Baru, berganti dengan Era Reformasi.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, sesuai dengan tuntutan
reformasi dan pemberian otonomi luas kepala Daerah, kemudian
dicabut dan diganti dengan undang-undang Nomor 22 tahun 1999
tanggal 7 mei 1999, dan berlaku efektif pada 1 Januari 2001, lebih
cepat 4 bulan dari ketentuannya. Hal ini terjadi karena pemberlakuan
undang-undang ini bersama undang-undang Nomor 25 Tahun 1999.
Melalui pelaksanaan Otonomi Daerah diharapkan dapat meredam
keinginan disintegrasi bangsa, akibat pemerintah yang sangat
sentaralistik di bawah undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, dan titik
berat otonomi pada Daerah Tingkat II hanya tertulis dalam aturan
saja. Dengan berlaku secara efektifnya Undang-undang Nomor
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 115
22 dan 25 Tahun 1999 yang membawa perubahan radikal (mendasar)
dalam pemerintahan.
Dalam perkembangan Kota Pangkalpinang selanjutnya
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan dimana
pada waktu itu meliputi 55 (lima puluh lima) Kelurahan dan 3 (tiga)
desa menjadi 35 (tiga puluh lima) Kelurahan. Sedangkan dengan
Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2000 tentang Pemekaran
Kecamatan maka Kecamatan yang ada menjadi Kecamatan
Pangkalbalam, Kecamatan Tamansari, Kecamatan Gerunggang,
Kecamatan Rangkui dan Kecamatan Bukit Intan.
Drs. H. Sofyan Rebuin, MM, selanjutnya digantikan oleh
Drs. H. Zulkarnain Karim, MM yang terpilih pada tanggal 4 Agustus
2003 berpasangan dengan Triatmadja, BSc sebagai Walikota dan Wakil
Walikota Pangkalpinang. Sebelum menjabat Walikota Pangkalpinang
Drs. H. Zulkarnain Karim, MM adalah Sekretaris Daerah Kota
Pangkalpinang dan Wakil Walikota Pangkalpinang Triatmadja, BSc
adalah anggota DPRD Kota Pangkalpinang dari PDIP. Kedua pasangan
ini dilantik pada tanggal 26 Agustus 2003 dan masih menjabat hingga
sekarang.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 116

BENTUK DAN WARNA LAMBANG DAERAH

Lambang daerah berbentuk perisai persegi enam
Di dalam perisai terdapat lukisan-lukisan berbagai warna
yang merupakan unsur-unsur lambang daerah sebagai
berikut:
a. Pohon Pinang
Pohon Pinang yang beruas sebelas, tumbuh tegak
lurus di atas tanah yang menonjol, masing-masing
dalam warna alam, yang mempunyai daun pucuknya
yang menjulang ke atas dan enam helai daun yang
semampai, masing-masing tiga helai sebelah kanan
dan tiga helai sebelah kiri.
b. Perahu Layar
Perahu Layar yang berbentuk phinisi berwarna kool
(merah) mempunyai lima layar terkembang dengan
warna perak (putih) yang haluannya mengarah ke
kanan menuju pantai.
c. Bola Langit
Setengah bola langit yang berbentuk segi lima
berwarna biru muda yang cerah.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 117
d. Kepala Perisai
Kepala perisai dalam warna kuning (emas) dengan
lukisan-lukisan terdiri dari:
- Sebelah kanan terdapat setangkai buah lada yang
berjumlah sembilan belas butir beserta isi sehelai
daunnya yang miring ke kanan terletak dibagian
atas, masing masing berwarna alam.
- Sebelah kiri terdapat batang karet yang sedang di
sadap dan sehelai daunnya yang miring ke kiri
terletak di bagian atas batang karet. Pada bekas
sadapan terdapat goresan-goresan yang teratur
berbentuk jajaran genjang, getah yang mengalir
melalui alur batang ke sendok ditampung di dalam
tempurung kelapa, yang terletak di sebelah depan
masing-masing berwarna alam.
- Di bagian tengah atas terdapat sebalok timah
putih dalam bentuk dan warna resmi.

PELENGKAP LAMBANG DAERAH


Pita heraldis yang berwarna perak putih terdapat di
sebelah atas. Lambang daerah bertuliskan Kota Pangkalpinang
dan di sebelah bawah bertuliskan “ Rajin Pangkal Makmur “
yang masing-masing berwarna kuning emas.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 118

ARTI UNSUR-UNSUR LAMBANG DAERAH

3.1 Lambang Daerah berbentuk perisai, melambangkan
pencerminan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
3.2 Perisai Persegi Enam, melambangkan sifat kepahlawanan.
3.3 Pohon Pinang melambangkan:
a. Asal usul nama Kota Pangkalpinang
b. kemauan baik dan hasrat penduduk daerah Kota
Pangkalpinang untuk mencapai masyarakat yang adil dan
makmur.
3.4 Perahu Layar, melambangkan:
a. Sifat dinamika, ketabahan dan keuletan masyarakat
daerah, yaitu perkapalan, perikanan dan perniagaan.
b. Pentingnya arti angkutan/perhubungan laut bagi
kehidupan masyarakat daerah.
3.5 Lukisan bola langit beserta lautnya melambangkan letak
Geografis Daerah dan segi lima dari bola langit,
melambangkan bahwa Pemerintah Daerah dan rakyatnya
menjunjung tinggi dasar falsafah Negara Pancasila
3.6 Lada, karet dan timah melambangkan sumber sumber
kemakmuran daerah.
3.7 Sehelai pucuk dan enam helai daun pinang, sebelas ruas
batang pinang, sembilan belas butir buah lada, segi lima bola
langit dan segi enam dari perisai mengambarkan angkaPangkalpinang
Kota Pangkal Kemenangan 119
angka 1, 6, 11, 19, 5 dan 6 mengingatkan saat terbentuknya
daerah menjadi daerah otonom yaitu pada tanggal
16 November 1956.
4. ARTI WARNA
4.1 Lasur ( biru) berarti kesetiaan
4.2 Warna alam berarti keaslian
4.3 Kool( merah) berarti keberanian/keperwiraaan
4.4 Synople ( hijau) berarti kesuburan/kemakmuran
4.5 Kuning ( emas) berarti keluhuran/keagungan.
5. MOTTO DAERAH
Pangkalpinang Kota BERARTI yaitu Kota yang Bersih, Aman,
Rapi,Tertib, Indah
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 120
Lambang Pemerintah Kota Pangkalpinang
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 121
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo, Satrio, Junus, Drs dan Rif’ati, Fajria, Heni, Dra : Laporan
Pendokumentasian dan Survei Situs dan Benda Cagar Budaya di
Kabupaten Bangka provinsi Sumatera Selatan, Suaka Peninggalan
Sejarah dan Purbakala provinsi Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu,
1996.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kota Pangkalpinang:
Proposal Rencana Perluasan Wilayah Kota Pangkalpinang.
Bakar, A.A : Barin Amir Tikal “ Pahlawan-pahlawan Nasional Jang Tak Boleh
Dilupakan “, Jajasan Pendidikan Rakyat Bangka, 10 November 1969
Dinas Pariwisata Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dan Pusat
Penelitian Sosial Budaya Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya :
Indonesia Lintasan Sejarah Budaya Sumatra Selatan, Universitas
Sriwijaya.
Elvian, Akhmad, Drs : Orang Melayu Atau Orang Yang Tinggal Di Rentang
Tanah Melayu, sebuah artikel dalam Bangka Belitung Pos 11 Desember
2003.
Elvian, Akhmad, Drs : “ Nilai Budaya Dan Percepatan Pembangunan
Masyarakat, Babel Pos 24 Maret 2004.
Elvian, Akhmad, Drs : Wisata Budaya Cina Di Pangkalpinang, artikel dalam
majalah PEMKOT edisi V Maret 2005.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 122
Elvian, Akhmad, Drs : Lawatan Sejarah Daerah Upaya Pelurusan Sejarah
sebuah artikel dalam Bangka Belitung Pos dan Rakyat Pos Agustus
2005.
Elvian, Akhmad, Drs. : Pemberdayaan Nilai Budaya, sebuah artikel dalam
harian Rakyat Pos 23 September 2005.
Elvian, Akhmad, Drs : Negeri Tanpa Sejarah, Sebuah artikel dalam harian
Bangka Pos 26 Oktober 2005.
Hartini, dkk : Kamus Bahasa Bangka dan Belitung Indonesia, yayasan Annisa
Nurrizki (yasanurki), Pangkalpinang 2003.
Heidhues, Somers,F, Mary : Bangka Tin And Mentok Pepper “ Chinese
Settlement on an Indonesia Island, Social Issues in Southeast Asia.
Institute of Southeast Asian Studies.
Hendrawinata, Fx : Sejarah Gereja Pangkalpinang, 23 Februari 2005.
Kapita Selekta Budaya Bangka Buku I, Badan Pembinaan Kesenian daerah
Kabupaten Bangka 1996.
Karim, Zulkarnain, Drs : Rumah Dinas Walikota dan Tampuk Pinang Pura,
Oktober 2005.
Karnawati, Tricahya, Ir : Upacara Adat Perkawinan dan Tata Rias Pengantin
Paksian Kota Pangkalpinang
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Bidang Nilai Budaya Seni dan
Film : Kebijakan Pemberdayaan Apresiasi Nilai Budaya Suku Bangsa “
Seri Internalisasi Budaya Bangsa.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 123
Kompilasi Adat Istiadat Kota Pangkalpinang, Pemerintah Propinsi Sumatera
Selatan, 2001.
Kumpulan Makalah Seminar Strategi Pembinaan dan Pengembangan
Kebudayaan : Merekatkan kembali Bangsa yang Retak suatu
Pendekatan Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen
Pendidikan Nasional, 2000.
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
(RIPPDA) Kota Pangkalpinang, Pemerintah Kota Pangkalpinang Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2003.
Machmud, Arifin, MHD: Pulau Bangka dan Budayanya Jilid II, 1986.
Majalah Pemkot : Jembatan Pahlawan 12 Penghubung Masa Depan, edisi II
Desember 2004.
Majalah Pemkot : Stadion Depati Amir “ Jembatan Menggapai Prestasi, edisi
IX Juli 2005.
MD. Agus : Peraturan Bermain Gasing, Pengurus Besar Persatuan Gasing
Seluruh Indonesia (PERGASI) 2003.
Notosusanto, Nugroho, Drs, TNI, Brigjen : 30 tahun Indonesia Merdeka
Cetakan Kelima Tahun 1981, PT. Tiara Pustaka Jakarta.
Panitia Kartu Amal : Riwayat Berdirinya “ Masjid Jami “ Pangkalpinang
Bangka.
Panitia Pesta Emas : Sejarah 50 Tahun HKBP Pangkalpinang (Pesta Emas)
dan Sopo Godang HKBP Pangkalpinang, 23 januari 2005.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 124
Pemerintah Kota Pangkalpinang : Hari Jadi Kota Pangkalpinang ke – 45
(Sejarah dan Perkembangannya), Pangkalpinang 14 November 2001.
Pemerintah Kota Pangkalpinang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata : Welcome
to Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan.
Proyek Pelestarian dan Pengembangan Sejarah, Asdep Urusan Sejarah
Nasional, deputi Bidang Sejarah dan Purbakala, Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata : Tempat Pengasingan dan Makam
Pejuang Bangsa “ Simpul-simpul Perekat Keindonesiaan “ Jakarta 2003.
SESKOAD : Serangan Umum 1 Maret 1949 DI. Yogyakarta Latar Belakang dan
Pengaruhnya, PT. Citra Lamtoro Gong Persada Jakarta.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 125
BIODATA PENULIS
Drs. Akhmad Elvian
Akhmad Elvian lahir di Pangkalpinang, pada tanggal 14 Oktober 1965.
Sarjana, FPIPS IKIP Negeri Jakarta (IKIP Jakarta) jurusan sejarah dan
antropologi ini telah menulis artikel di berbagai Media Massa, menjadi
peserta dan pembicara diberbagai seminar lokal maupun nasional.
Pengalaman di dunia Pendidikan dimulai menjadi guru SMU Tahun
1989, Kepala SMP Tahun 1995, Kepala SMU Tahun 1996 dan
Koordinator Pengawas sekolah Tahun 2003, pada tahun 2004
menjabat Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Pangkalpinang. Buku Pangkalpinang Kota Pangkal
Kemenangan adalah buku kedua yang ditulis dan diterbitkan tahun
2005, buku pertama adalah Pernak pernik otonomi Pendidikan tahun
2003. Di samping aktif menulis, penulis juga duduk di organisasi
kemasyarakatan Muhammadiyah.
Drs. M. Arie Mulawarman
M. Arie Mulawarman lahir di Jakarta, pada tanggal 2 Mei 1959, Sarjana
Fikom UNPAD Bandung jurusan Managemen Komunikasi. Pengalaman
bekerja di PNS dimulai dari staf BKKBN Kabupaten Serang tahun 1986,
PPLKB Kecamatan Ujungberung tahun 1989, Penyuluh KB Pratama
BKKBN Kodya Bandung tahun 1998, pada tahun 2000 mutasi kerja dari
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 126
BKKBN Kota Bandung – Provinsi Jawa Barat ke BKKBN Kabupaten
Bangka Provinsi Sumsel sebagai PLKB Kecamatan Pembantu Simpang
Teritip, Pengawas PLKB Kecamatan Tamansari Kota Pangkalpinang
tahun 2002, dan pada tahun 2004 mutasi dari BKKBN Kota
Pangkalpinang (Instansi Vertikal) menjadi PNS Daerah Pemerintah Kota
Pangkalpinang pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Pangkalpinang sebagai Kasi Sejarah, Dekomentasi, Konservasi dan
Pengembangan Budaya. Dibidang kemasyarakatan aktif sebagai
anggota BKPRMI Kabupaten Serang dan Kota Bandung dan anggota
Persis Kota Bandung.
Suhada A.Ma.Pd
Suhada A.Ma.Pd lahir di Koba, pada tanggal 17 Maret 1957. Sarjana
Muda Pendidikan Universitas Terbuka lulus tahun 1998, sekarang
sedang menyelesaikan program S1 di Universitas Terbuka.
Berkecimpung di dunia Pendidikan sejak tahun 1982 sampai dengan
2002 sebagai guru SD, Kepala Sekolah Dasar, dan kemudian menjadi
Pemilik Generasi Muda di Diknas Pangkalanbaru. Sekarang bertugas di
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pangkalpinang selaku Kasi
Analisa pemasaran dan Pelatihan pada Bidang Pemasaran Dinas
Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Pangkalpiang, disamping aktif
menjalani profesi juga aktif di organisasi PGRI, PKK, GOW, dan
Aisyiyah.
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 127
Rosdiana
Rosdiana lahir di Muba, pada tanggal 7 Oktober 1960, tamat Sekolah
Menengah Pekerja Sosial tahun 1981. Pengalaman bekerja di CPNS
sebagai staf BKKBN Provinsi Sumsel tahun 1982, mutasi ke BKKBN
Kota Pangkalpinang tahun 1991, sebagai salahsatu Kasi Pelayanan
Kontrasepsi BKKBN Kota Pangkalpinang tahun 1995 – 2003, pada
tahun 2004 mutasi dari BKKBN ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Pangkalpinang sebagai Kasi Bina Sanggar, Festival dan
Pengembangan Kesenian.
Pupung P. Damayanti, S.Sn
Pupung P. Damayanti, S.Sn lahir di Sumendang, pada tanggal 18
Agustus 1970. Meraih sarjana seni di Fakultas Seni Pertunjukan Institut
Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta jurusan seni Tari program study Tari
Nusantara tahun 1995. pengalaman kerja dimulai menjadi guru tari di
beberapa sekolah di Jakarta tahun 1996 – 2001, pernah mengajar
(honorer) di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tahun
1998 – 2001, bergabung dalam dunia seni di pusat Latihan Tari
Bagong Kussudiardjo Cabang Jakarta tahun 1998 – 2000, Guruh
Soekarno Production (swara mahardika) Jakarta tahun 1998,
bergabung juga di stadion Tari Ekayana Jakarta tahun 1997 – 1999,
beberapa kali menjadi peserta penataran tari yang diselenggarakan
oleh Dinas Kebudayaan DKI. Setelah pindah ke Pangkalpinang aktif
Pangkalpinang Kota Pangkal Kemenangan 128
dalam kepengurusan organisasi Bhayangkari Cabang Kota
Pangkalpinang tahun 2001, saat ini menjadi staf bidang Kebudayaan
pada seksi Bina Sanggar, Festival dan Pengembangan Kesenian di
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pangkalpinang.
Mohammad Prijono
Mohammad Prijono lahir di Pangkalpinang, pada tanggal 23 September
1971, Pendidikan terakhir Diploma III Pariwisata Jurusan Perhotelan.
Pekerjaan dimulai tahun 1999 sebagi staf di Dinas Pariwisata
Kotamadya Pangkalpinang, pada tahun 2005 sebagai staf bidang
Kebudayaan pada seksi Sejarah, Dokumentasi, Konservasi dan
Pengembangan Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Pangkalpinang.